Buku Kuda Kayu Bersayap - Yanusa Nugroho : Padat Makna Namun Ringan



Diantara berbagai macam buku yang ‘bertengger’ di rak, sekilas saya melihat judul ‘Kuda Kayu Bersayap’. Ya, buku kumpulan cerpen karya Yanusa Nugroho itu pertama kali saya baca sewaktu masih SD, dimana saya hanya menikmati kata demi kata tanpa memperhatikan makna apa yang terselip diantara spasi, atau amanat apa yang ada dibalik huruf-huruf times new roman itu. Jadi, sebagai nostalgia saya akan menuliskan review sekaligus pandangan saya terhadap buku ini.


Judul Buku : Kuda Kayu Bersayap
Penulis : Yanusa Nugroho
Penerbit : Tiga Serangkai
Tebal : 164 Halaman
ISBN : 979-668-483-7

Komidi putar itu masih saja berputar. Kuda-kuda kayu yang naik turun dengan anak-anak riang di punggungnya itu, sungguh-sungguh menciptakan warna-warni kegembiraan kanak-kanak. Kusaksikan anakku berada di antara mereka dengan sebaris giginya yang putih bersih, menebarkan kegembiraan hatinya. Seolah dia ingin membagi suka, dan melupakan duka. Mereka seakan berada di punggung kuda dongeng yang akan membawa mereka terbang ke awan-awan kebebasan tanpa batas. 

Begitulah sepenggal kalimat dari cerpen Kuda Kayu Bersayap, yang mana merupakan cerpen ke-11 dalam buku ini. Sedangkan untuk urutan cerpennya sendiri sebagai berikut :

1. Anjing
2. Bom
3. Kambing
4. Namma, namamu …
5. Penyair dan Ular
6. Randu
7. Baterai
8. Wayang
9. Di taman Kota Singapura
10. Saya, Anjing
11. Kuda Kayu Bersayap
12. Si Rambut Panjang Itu
13. Umairah
14. Kapan Pulang?
15. Laki-laki yang Menusuk Bola Matanya
16. Lho
17. Dusta Itu
18. Maaf kalau

Buku ini tampaknya juga bisa diberikan predikat sebagai buku pertama yang membuat saya jatuh cinta terhadap dunia sastra modern, khususnya yang mengajarkan saya bagaimana sebuah cerita bisa menghujam ulu hati tanpa harus memakan tempat ratusan lembar bak novel. Karena setiap saya menyusuri kata demi kata yang disajikan dalam Kuda Kayu Bersayap, seolah kata-katanya meliuk-liuk menari.

Dalam pengantar, Yanusa menulis bahwa cerpen-cerpen yang disajikan dalam buku ini adalah bentuk protesnya secara tulisan kepada realita yang terjadi. Hal itu juga bisa kita sadari tatkala kita membaca langsung bagaimana konflik yang disajikan memang konflik-konflik lingkungan, perang batin, atau hubungan romantisme keluarga.

Saya akan mengulas sedikit beberapa cerpennya.

Dalam buku ini ada cerpen Kambing, mengisahkan seorang pemuda lugu yang bekerja pada seorang juragan untuk mengelola tanah. Ia mulai dengan mengelola tanahnya untuk ditanami singkong, tapi karena ia tak biasa bertani, pingsan dan akhirnya membuat warga mencibir kalau si pemuda ini nggak mau bagi-bagi rejeki. Akhirnya dibantu warga dia merampungkan tanahnya, tapi masalah kembali muncul ketika ia menyadari jika sekian banyak warga itu memerlukan biaya yang tak sedikit. Ia kemudian resah kembali. Cerita terus bergulir.

Hingga akhirnya si pemuda ini mengurus kambing, hendak menjual kambing pada tengkulak, dan problematika yang menghampirinya. Mulai dari tengkulak yang menjanjikan harapan palsu, keluguannya yang berujung petaka, hingga pada suatu waktu si pemuda ini berpikir, betapa nikmatnya jadi kambing, hidup makan dan berakhir di tukang jagal untuk kemudian bermanfaat bagi manusia.

Cerpen ini menyadarkan saya, bahwa hidup sebagai manusia di muka bumi ini perlu perhitungan, segala macam langkah pasti akan diterpa masalah, tapi bagaimana cara kita menyiasati masalah agar tak berakhir di penjagalan batin itu yang perlu dipelajari manusia. Tapi begitulah, hidup manusia memang penuh liku-liku, tapi setidaknya dengan mempunyai sedikit logika yang segar dan akal, keluguan kita bisa tertutupi.

Tampaknya itu yang berusaha disampaikan Yanusa Nugroho, bahwa manusia hidup tidak seperti kambing, manusia perlu lebih dari insting makan minum dan mati, tapi manusia perlu akal untuk tetap bertahan hidup.

Cerpen selanjutnya yang membuat saya tertarik adalah cerpen berjudul Si Rambut Panjang Itu. Cerpen ini bagi saya begitu segar, juga yang menjadi inspirasi saya bagi banyak cerpen saya seperti Kupu-Kupu atau Tersesat. Hal yang membuat saya terkagum-kagum waktu pertama kali membaca cerpen ini adalah gaya penyampaian ceritanya. Yanusa menyuguhkan cerita yang benar-benar bisa dipahami oleh saya kala itu.

Cerpen ini menceritakan seorang lelaki yang bertemu dengan perempuan tak dikenal, kemudian berbincang-bincang karena kebetulan seleranya sama, esoknya lagi ia bertemu kembali dengan si perempuan di tempat yang sama. Pagi ke pagi berlalu hingga suatu saat si lelaki tidak mendapatkan perempuan itu datang kembali, perempuan itu sudah ada di bandara, dengan nama yang lain. Cerpen ini secara khusus mendapatkan tempat di memori saya, dimana saya menyadari jika setiap orang yang hadir dalam kehidupan kita takkan selamanya mendampingi.

Cerpen inilah yang menjadikan saya terbelalak kaget, “Lho, kok bisa makna dan cerita seberat ini disajikan secara ringan?”. Dimana kisahnya sendiri tidak jauh-jauh, jangankan beda kota, sepanjang cerita hanya berisikan kondisi mereka berdua di sebuah kafe, lengkap dengan dialog mereka.

Lewat cerpen ini saya tahu, jika sebuah karya sastra tidak melulu harus mempunyai alur dan ruang lingkup yang luas, karena toh dengan kata-kata sesederhana mungkin, yang terpenting adalah makna dibalik kata-kata itu sendiri. Karena toh buat apa panjang-panjang menulis jika ternyata topik pembahasannya sendiri hanya membahas keadaan lingkungan mereka atau membahas warna cat rambut yang baru.

Secara sederhana, kumpulan cerpen Kuda Kayu Bersayap karya Yanusa Nugroho ini tidak menyajikan banyak kata-kata, karena yang terpenting seberapa besar makna yang tersembunyi dibalik kata-kata itu sendiri.

Secara keseluruhan, saya menilai 9 dari 10 untuk buku ini. Buku yang menyajikan bagaimana harusnya keluh kesah kehidupan disajikan dalam bentuk teks, bagaimana cara membungkus keresahan dan kegelisahan akan sosial dan lingkungan dengan baik.


Tulisan ini dapat anda telusuri dengan kata kunci : Resensi novel Kuda Kayu Bersayap, Review novel Kuda Kayu Bersayap, atau Buku Kumpulan Cerpen Kuda Kayu Bersayap.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis dan Pembahasan Puisi Sajak Matahari karya W.S Rendra

Macam-Macam, Jenis dan Contoh Cara Penggambaran Tokoh dalam Cerita

Jagat Alit - Godi Suwarna