Basa-Basi #33 : Rantau

 


Hari ini saya bersiap untuk pergi lagi ke Jogja. 


Besok, kamis 15 April saya harus berangkat kembali ke Kota Gudeg. Bukan tanpa alasan, lebaran nanti mudik kembali dilarang sedangkan saya memiliki banyak pekerjaan dan kesibukan yang tak bisa ditinggal lama di Jogja.


Tahun ini, barangkali menjadi tahun pertama saya berpuasa di kampung orang. Meskipun sebenarnya Jogja perlahan menjadi bagian dari keluarga. Jalan-jalan tikusnya sudah bersahabat baik untuk menemani perjalanan dikala malas berpanas-panasan di lampu merah Jogja atau bangjo. 


Merantau 


Barangkali saya menafsirkan merantau agak salah ketika masih kecil, meskipun tampaknya diluar sana juga banyak yang mengalami hal serupa. Ketika kecil, saya berpikir jika merantau adalah sebuah kegiatan dimana seorang pemuda yang sudah dianggap layak untuk berperang dengan kerasnya hidup dipaksa pergi dari rumah dan bekerja pekerjaan-pekerjaan berat.


Setelah agak dewasa, hingga akhirnya sudah merantau, saya kembali menggali arti dari merantau itu sendiri. Bagi saya pribadi, merantau bukan serta-merta sebuah kegiatan yang dilakukan seseorang untuk mencari uang dan kembali ketika sudah mendapat harta buruan yang lumayan. Persepsi ini, bagi saya pribadi menjadi sebuah mindset yang kurang tepat sasaran, karena banyak buktinya di sekitar saya khususnya, yang pergi merantau kemudian putus asa dan kembali ke kampung halaman karena tidak mendapat harta buruan yang banyak.


Pemahaman yang akhirnya terbentuk adalah penguasaan diri serta pembentukan karakter. Merantau bukan hanya soal raga yang dititipkan ke suatu kampung yang lain, tapi jiwa yang juga dititipkan di tempat baru untuk kemudian diolah dan dibentuk. 


Pada akhirnya saya selalu menganggap sia-sia, jika merantau kemudian berkumpul hanya dengan kawan satu daerah asal—atau lebih parah kawan satu kampung. Karena proses pembentukan jiwa ini yang akan meleset. 


Bagi saya, pergi ke tempat baru artinya membuat circle atau lingkaran pertemanan baru, sehingga hasil dari perbenturan paham dan adat istiadat yang dibawa masing-masing individu membentuk sebuah pemahaman baru. 


Percaya Diri dan Pembentukan Identitas


Pemahaman baru artinya penambahan, perubahan atau bahkan pengurangan cara berpikir seseorang dalam memandang segala sesuatu. Kata orang, pengalaman adalah guru terbaik, termasuk pengalaman berpikir. Selayaknya pernah mengalami kecelakaan saat mengendarai motor, pengalaman mengobrol dengan orang yang berbeda pandangan juga sama membanggakannya. Pengalaman mendebat seseorang yang percaya zodiak lebih dari percaya pada diri sendiri juga merupakan suatu pengalaman. 


Saya juga percaya bahwa merantau adalah proses penguatan karakter, membuat yang tidak percaya diri menjadi lebih percaya diri, dari yang tidak paham menjadi paham.


Di suatu malam, dibawah gemerlap lampu burjo, saya sempat berpikir. Bahwa artinya, merantau artinya mempercayai diri sendiri lebih dari apapun. Termasuk keluarga, karena yang bisa diandalkan adalah kemampuan diri sendiri. Menjadi percaya terhadap diri sendiri artinya menguatkan kemampuan diri untuk menerjang kerasnya hidup. 


Selayaknya Count de Monte Cristo yang terkenal karangan Alexandre Dumas, yang membebaskan diri dari penjara di tengah ganasnya laut Perancis, manusia pada umumnya harus memiliki rasa percaya diri yang sama tingginya. Setidaknya, percaya esok hari harus ada hidup yang layak untuk dijalani. Harus ada gemerlap cahaya untuk masa yang akan datang.


Nrimo


Konsep nrimo ala orang Jawa merupakan sebuah seni memahami hidup yang sangat unik dan otentik. Tidak perlu grasa grusu hanya untuk mengejar sesuatu yang bersifat sementara atau justru tidak memiliki dampak signifikan terhadap hidup.


Hidup dengan bermodalkan pemahaman atas diri sendiri dan kepercayaan diri bahwa esok pagi bisa dijalani selayak-layaknya merupakan setinggi-tingginya bentuk hidup. Tidak perlu grasa grusu layaknya masyarakat metropolitan yang bergerak kesana-kemari dan hilir-mudik dengan kesibukan yang hampir fana.


Jika hidup bisa dihadapi dengan segelas kopi dan sebatang cerutu, apalagi yang harus dikejar?



Ciamis,

14 April 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis dan Pembahasan Puisi Sajak Matahari karya W.S Rendra

Macam-Macam, Jenis dan Contoh Cara Penggambaran Tokoh dalam Cerita

Jagat Alit - Godi Suwarna