Basa-Basi #37 : Membaca

 



Sudah lama saya tidak menulis. Rasanya agak aneh, karena kosakata saya perlahan hilang, begitu pun cara menulis yang kian kaku. Saya menulis hal-hal ringan seperti ini sejak 2013, ketika saya membuat blog pertama. Kira-kira kelas 6 SD. Sekarang saya sudah remaja beranjak dewasa. Tapi makin lama, semakin sulit untuk menulis.


Beberapa waktu lalu saya mengunduh sebuah aplikasi di ponsel saya bernama ‘Slowly’, sebuah aplikasi untuk berkirim surat kepada orang random di berbagai belahan dunia. Saya menulis cukup panjang dengan beberapa orang, bertukar kabar dan pemikiran dengan beberapa sahabat pena. Ada dari Turki, Russia, Indonesia, Iran, Peru, Malaysia, dan banyak negara lainnya. 


Beberapa aplikasi juga saya unduh untuk belajar bahasa Spanyol. Entah kenapa, bahasa satu ini menarik untuk saya pelajari. Kemudian dengan bantuan beberapa aplikasi pertemanan antar negara, saya melatih berbahasa Spanyol tahap percakapan saya. 


Kakak saya selalu mendengarkan lagu dari band asal Spanyol, Nena Daconte. Sejak kecil, saya terbiasa mendengarkan lagunya yang berjudul ‘Tenia Tanto Que Darte’. Selain itu, saya memiliki ketertarikan khusus dengan sastra Amerika Latin. Beberapa bulan yang lalu, saya membeli sebuah buku karya Mario Vargas Llosa berjudul The Dream of The Celt, atau dalam bahasa aslinya ‘El Suéno del Celta’. Saya berpikir tampaknya akan sangat indah jika saya membaca dalam bahasa aslinya, alih-alih membaca dalam terjemahan bahasa Inggris.


————


Kebanyakan orang mempelajari suatu bahasa karena keperluan khusus, sebagian lagi karena ketertarikan akan bahasa itu sendiri atau budayanya. Saya mempelajari bahasa Spanyol karena keindahannya. Utamanya secara lisan, mendengarkan sebuah berita, atau film dalam bahasa Spanyol seperti sedang mendengarkan seseorang membacakan puisi. Menonton film Alejandro Jodorowsky misalnya.


Ada sebuah aturan dalam bahasa Spanyol dimana sebuah kata yang feminim harus diikuti dengan kata yang feminim juga, hal yang sama berlaku untuk kata yang maskulin. Sehingga sebuah kalimat memiliki rima, memiliki ujung yang sama seperti sebuah pantun, atau puisi. Misal seperti ini :


"Algunos fueron asesinados, otros torturados, algunos murieron por los ataques de la artillería y de la aviación rusa".


"Some were killed, others tortured, some were killed by Russian artillery and aviation attacks."


———-


Jika suatu saat saya memiliki kesempatan untuk pergi ke negara lain, tentu piliham pertama saya adalah Amerika Latin. Entah itu Peru, Kolombia, Guatemala, Meksiko, atau Ekuador. Sesuatu yang tidak terlalu umum, dan tentu saja terdengar sedikit berbahaya. Dengan desas desus media bahwa negara-negara itu adalah negara dengan penuh kekacauan. 


Angka kriminalitas yang tinggi, perang antar kartel narkoba, pembunuhan, hingga penculikan selalu menghiasi judul-judul berita ketika media mengangkat nama negara seperti Bolivia, El Salvador, Venezuela, atau Kolombia. Tapi mungkin, ada bagian yang kita tidak ketahui, atau kebaikan-kebaikan yang tidak sempat terekam oleh mata media.


———-


Keterampilan berbahasa tampaknya berkaitan dengan kebijaksanaan. Semakin kita mampu berbahasa dengan baik, atau mengetahui bahasa-bahasa selain bahasa ibu, semakin banyak kebijaksanaan yang bisa menempel dengan baik dengan diri kita.


Suatu contoh paling sederhana adalah bagaimana seseorang yang tidak memiliki keterampilan berbahasa yang baik akhirnya terjatuh dalam kubangan kesalahpahaman. Berita hari ini didominasi oleh sensasi dan hal-hal yang menggiring opini publik secara ekstrim. 


Misalnya, perang antara Ukraina dan Russia. Banyak orang Indonesia yang akhirnya jatuh ke dalam polarisasi Timur-Barat, Sosialis-Kapitalis. Hingga akhirnya di media sosial bersliweran opini-opini ekstrim mengenai perang, dimana ada beberapa pihak yang menginginkan Ukraina, atau Russia, hancur lebur dan musnah.


Media berperan besar dalam penggiringan opini ekstrim ini, dimana sebagian media habis-habisan mengutuk invasi Russia, dan sebagian lagi mati-matian menyalahkan Ukraina dan NATO sebagai dalang dibalik kekacauan beberapa bulan terakhir ini. Sialnya, beberapa orang tidak mampu membaca dengan cukup cermat dan memproses informasi yang lebih objektif mengenai perang, atau sesederhana kenapa perang ini bisa terjadi.


Kemalasan masyarakat untuk membaca mengenai detail-detail kecil tampaknya bukanlah hal yang mengejutkan. Kita terbiasa untuk mengkonsumsi sebuah berita tanpa mengecek apa yang sebenarnya terjadi. Perang, entah siapapun yang berperang, adalah permainan elit-elit politik dan rakusnya sebuah pemerintahan. Sedangkan masyarakat akan selalu jadi korban. Kalaupun Russia menang, masyarakat Ukraina yang bahkan mungkin tidak tertarik dengan peperangan akan jadi korban. Jika Ukraina menang dan menyerang balik Russia bersama sekutu, masyarakat Russia yang tidak tahu apa-apa juga akan terkena imbasnya.


Peperangan bukan perkara siapa yang menang atau kalah. Tapi ribuan atau bahkan jutaan orang akan mati karena hawa nafsu dan kepentingan elit-elit politik suatu negara. Tidak ada pemerintahan yang pantas untuk didukung dalam sebuah peperangan kecuali perdamaian. Hanya perdamaian yang bisa kita dukung, bukan propaganda negara manapun. Karena menang atau kalah, masyarakat sipil yang akan tetap bersimbah darah.


Makanya, kebijaksanaan dalam berucap dan menulis, atau membaca, suatu hal yang sangat penting untuk dipelajari di era ini. Ketika dunia berputar kian cepat, kita termakan oleh hal-hal yang bahkan tidak kita perlukan. Kita bersuara untuk propaganda yang tidak akan pernah menguntungkan kita, dan kita mati-matian membela sesuatu yang bahkan tidak ada harganya untuk dibela.


———-


Membaca adalah sebuah hal yang selalu dianggap remeh temeh, perkara anak-anak kecil, atau hal yang hanya diurusi oleh kutu buku. Padahal tanpa bisa membaca, manusia akan menemui kehancuran. 



Ciamis, 17 September 2022



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis dan Pembahasan Puisi Sajak Matahari karya W.S Rendra

Macam-Macam, Jenis dan Contoh Cara Penggambaran Tokoh dalam Cerita

Jagat Alit - Godi Suwarna