Basa-Basi #40: Rokok


 Saya mulai mencoba rokok ketika SMP, serius membelinya ketika SMA, dan ada fase-fase dimana saya melepaskan rokok dari keseharian. Tulisan ini adalah refleksi atas semua yang pernah terjadi—berkaitan dengan rokok, dan sebagai catatan untuk masa yang akan datang.


————


Rokok yang pertama saya coba adalah Djarum Super, merk yang begitu digemari di Jawa Barat. Ketika SMP, usai bel pulang sekolah berbunyi, saya dan seorang teman diam selama beberapa saat di sekolah—kebetulan, kalau tidak salah waktu itu saya dan dia menjadi anggota OSIS. 


Saya membawa dua atau tiga batang rokok jenis Djarum Super, tentu dibeli ketengan. Waktu itu harganya sangat murah, dibawah lima ribu rupiah, sudah dapat beberapa batang rokok. Waktu itu, kami menghisap rokok hanya sekadar menjadi pembuktian bahwa kami laki-laki. Seperti di iklan-iklan di televisi atau majalah, bahwa pria merokok itu seperti koboi dalam iklan-iklan Phillip Morris.  


Masa SMP, tidak banyak terkontaminasi oleh kawan-kawan yang merokok. Utamanya ketika kelas satu dan dua, saya selalu bersama dengan teman-teman sekelas yang penuh semangat belajar, ganteng, cantik, dan serius menjalani masa sekolah. Masa-masa ini kemudian berbanding terbalik ketika saya masuk ke kelas tiga SMP. Di kelas tiga, saya berteman dengan kawan-kawan yang luar biasa. Penuh rasa ingin tahu yang luar biasa besar dengan dunia luar.


Di tulisan sebelumnya, saya menulis bahwa ketika kelas tiga pula, saya mencoba minuman jenis anggur. Nah, mulai kelas 3 SMP sampai akhirnya SMA saya banyak mencoba berbagai jenis rokok. Utamanya karena saya masih pelajar, waktu itu saya kebanyakan membeli rokok secara ketengan. 


Beberapa jenis rokok pada masa itu antara lain Magnum Filter (bungkus hitam), L.A Bold, Djarum Super MLD (hitam dan putih), dan rokok-rokok semacam itu yang memiliki ciri khas tersendiri : mudah ditemukan di warung-warung kecil atau di tempat rental PS untuk di ecer. 


Perjalanan saya berlanjut ketika kelas dua atau tiga SMA saya mulai mendapatkan uang sendiri untuk membeli rokok—waktu itu awal saya bekerja sebagai ilustrator. Saya mulai memiliki selera sendiri, meskipun berganti-ganti dalam periode waktu tertentu. Saya cukup lama menyukai Gudang Garam Filter. Sensasi rokoknya tidak terlalu berat, tidak memiliki aroma yang menyengat seperti halnya produk-produk Djarum, dan tidak teelalu mahal juga. Tapi kemudian saya beralih, masih ke produk dari Gudang Garam, yakni Surya Pro Mild dan Surya Pro.


Surya Pro Mild dan Surya Pro ini (bungkus putih dan merah) juga cukup saya gemari di masa lalu. Utamanya karena durasi bakar yang cepat, jadi ketika berhenti di jalan kehujanan, misalnya, saya bisa berhenti dan membakar satu batang rokok. Selain itu, ringan dan tidak memberikan sensasi lung hit maupun throat hit yang keras. 


Jika ada klien yang memberikan bonus pembayaran, biasanya saya upgrade sedikit untuk membeli rokok Gudang Garam Surya Exclusive (bungkus hitam) yang menurut saya tetap rokok kretek SKM yang paling nikmat sampai saat ini. Rempahnya terasa pas dan memenuhi rongga mulut ketika dihisap, tapi tetap ringan dan tidak menimbulkan aroma aneh dan kuat.


Setelah waktu berlalu, keluar SMA—dalam fase sebelum saya berangkat ke Jogja—saya sering membeli Marlboro Gold atau Marlboro merah. Kadang Marlboro Ice Burst meskipun tidak sering—karena saya kurang suka dengan sensasi mentholnya. Kebanyakan Marlboro Gold, karena secara aroma dan rasa, tidak se-menyengat Marlboro merah—meskipun secara throat hit entah kenapa menurut saya Marlboro Gold lebih tinggi sedikit.


Ada fase dimana saya tidak menyentuh rokok untuk waktu yang panjang, tapi ketika saya kembali merokok, saya ternyata kesusahan untuk merokok kretek, baik itu SKM atau SKT. Akhirnya saya lebih banyak merokok SPM atau SPT seperti Camel Yellow, Dunhill International (isi 20 batang, tapi sekarang sudah tidak ada di pasaran), Marlboro, kadang Lucky Strike atau merk seperti Marcopolo dan Commodore.


Saat ini, jika ada momen yang mengharuskan saya membeli rokok, saya tentu akan memberikan pilihan kepada Camel Yellow, Camel Intense Blue, Lucky Strike, atau Marlboro Gold.


—————————-


Saya beberapa kali mencoba rokok dengan perisa semacam buah-buahan atau rasa-rasa lainnya, tapi ternyata kurang cocok. Pernah suatu ketika, saya dalam perjalanan pulang dari Jogja menuju Ciamis. Karena cuaca begitu terik, saya memutuskan mampir ke indomaret, membeli sebungkus rokok Esse Change Juicy. Saya pikir rasanya akan menyegarkan seperti yang tergambar di bungkusnya, ternyata tidak. Saya kurang cocok. Akhirnya di perhentian selanjutnya, saya membeli Marlboro Ice Burst saja, dan nasib sebungkus Esse Change Juicy itu saya berikan kepada seorang kawan ketika sampai di rumah.


Rokok lain seperti seri Sampoerna Mild Splash juga menarik. Saya membelinya beberapa kali, bukan favorit, tapi untuk selingan masih cukup oke. Tapi ada juga beberapa rokok SKM flavour dengan rasa yang kurang cocok, misalnya L.A Ice Purple Boost. 


Rokok pendatang baru, seperti Twizz saya pernah mencobanya. Waktu itu Twizz Yellow Crush dengan harga dibawah 25 ribu dan isi 16 batang, cukup menarik. Murah dan tampaknya akan menjadi opsi yang bagus untuk rokok selingan. Tapi ternyata tidak se-oke itu. Untuk rasa dari klik flavournya memang nikmat, tapi tembakau yang digunakan entah kenapa seperti tembakau yang bukan semestinya. Ada sensasi rasa yang cenderung pahit dan tembakau yang menggumpal.


Rokok dengan rasa-rasa pilihan saya tampaknya tetap pada Camel Option Yellow. Jika ada rokok yang bisa memenuhi ekspektasi saya dengan bagaimana sebuah rokok kretek yang dibumbui dengan klik flavour rasa segar, maka rokok itu adalah Camel Option Yellow. Saya pernah mencoba yang ungu, Camel Option Purple, tapi rasanya kurang masuk.


————————


Sebagian orang mengaitkan rokok putihan dengan eksklusivitas, sedangkan rokok dengan tambahan cengkeh atau biasa disebut kretek (baik filter maupun non-filter) selalu dikatakan sebagai rokok masyarakat kelas menengah ke bawah. Boleh dikatakan bahwa kretek adalah sebuah produk kebudayaan, sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari perjalanan panjang bangsa ini.


Meski begitu, entah kenapa saya merasa tambahan cengkeh dan rempah di rokok kretek akhir-akhir ini sering membuat dada saya sesak. Mungkin karena saya terbiasa vaping dengan gaya MTL (Mouth to Lung) saya akhirnya lebih menyukai rokok dengan sensasi throat hit yang kencang, yang bisa nendang di tenggorokan, alih-alih di dada. Sensasi itu sulit saya temui di rokok-rokok kretek, dan lebih sering saya jumpai di rokok putihan semacam Marlboro, Camel, atau Lucky Strike.


Setahun terakhir saya beralih untuk mengulik lebih dalam perkara tembakau, dan saya menemukan sesuatu yang unik, bahwa ternyata tembakau murni tanpa campuran apapun memberikan throat hit yang enak sekali. Meskipun penanganan pasca-panen juga menghasilkan karakter tembakau yang berbeda. Tembakau darmawangi dari Jawa Barat, misalnya, lebih halus di tenggorokan tapi ada sedikit hentakan di dada. Sedangkan tembakau favorit saya, tembakau virginia Lombok memiliki karakter berbanding terbalik—halus sekali di dada, tapi hentakannya terasa nikmat di tenggorokan. Beberapa tembakau lain seperti gayo dari Aceh memiliki sensasi mirip virginia Lombok, tetapi dengan throat hit lebih rendah dan ada sedikit lung hit, juga karakter tembakaunya yang sedikit pahit.


Untuk saat ini, saya rasa tembakau nusantara murni tanpa campuran apapun adalah rokok terbaik untuk saya hisap. Mengalahkan rokok yang beredar di pasaran. Bahkan rokok favorit saya, Camel Yellow tidak ada apa-apanya.


Tapi tentu, lebih baik lagi jika tidak merokok. Kalaupun merokok, harap mengetahui etika dasar yang berlaku. Misalnya, tidak merokok saat berkendara dan tidak merokok saat dekat dengan anak kecil atau ibu hamil. Dan satu lagi yang saya sadari, merokok tidak membuatmu keren. Apalagi jika masih usia sekolah, belum bisa beli rokok sendiri, tapi sok-sokan merokok dengan uang dari orang tua. Malu. Tidak ada koboi yang merengek-merengek dan masih netek pada ibunya.




Ciamis,

Selasa

7 Maret 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis dan Pembahasan Puisi Sajak Matahari karya W.S Rendra

Macam-Macam, Jenis dan Contoh Cara Penggambaran Tokoh dalam Cerita

Jagat Alit - Godi Suwarna