Basa-Basi #41 : Cinta yang Semestinya



 Meski tak seindah yang kau mau

Tak sesempurna cinta yang semestinya

Namun aku mencintaimu

Sungguh mencintaimu


Syahdu betul reff dari lagu yang dibawakan band Naff ini. Tapi kemudian saya merenung, berpikir lebih dalam ketika mendengarkan kembali bait lagu ini. Cinta yang semestinya, apa itu?


———————————


Jika siang hari di musim kemarau seperti ini, pilihan saya hanya sedikit : bekerja sambil menyalakan kipas angin dan membuat secangkir kopi panas atau es kopi susu, atau memilih tidur dan bangun saat matahari lebih redup dan udara tidak panas. 


Jika pilihan pertama diambil, saya biasanya bekerja sambil menyalakan musik di ipad untuk menemani bekerja. Pilihan musik di siang hari itu tidak pernah jauh dari musik country baik itu Ritta Rubby Hartland, Tantowi Yahya, atau Randy Travis dan Alan Jackson. Tapi terkadang saya ingin sedikit bernostalgia dengan lagu-lagu pop Indonesia yang sering saya dengar ketika kecil.


Kakak saya gemar mendengarkan musik. Zaman dahulu dia pernah memberikan saya sebuah MP3 player berisi musik-musik beraneka ragam, dari pop Indonesia sampai pop punk kesukaannya semacam Green Day atau Blink 182. Seingat saya juga, ketika saya memiliki HP pertama, kakak saya mengisikan ribuan lagu ke dalam kartu memorinya, kebanyakan ia pilih sendiri yang berdampak sampai saat ini.


Salah satunya adalah Naff. Band yang sejak kecil sampai sekarang selalu menjadi pilihan ketika berbicara soal lagu-lagu sendu. Ditambah, beberapa momen kesedihan dan galau dalam hidup saya selalu ditemani oleh lagu mereka. Mau tak mau, selain meninggalkan kesan nostalgia yang kental, lagu-lagu Naff juga menghadirkan sekelebat bayangan mengenai masa-masa yang telah lama berlalu.


Terendap Laraku, Kenanglah Aku, Kau Masih Kekasihku, atau Tak Seindah Cinta yang Semestinya adalah lagu-lagu yang masuk dalam Top 100 lagu Indonesia versi saya. Sangat subyektif, tapi memang sangat nostalgik.


———————-


Cinta yang semestinya. Memang bagaimana seharusnya cinta itu? 


Lagu ini seakan-akan ingin menekankan sisi fragile laki-laki yang tidak bisa memenuhi ekspektasi sang perempuan dalam sebuah hubungan. Laki-laki yang rapuh, dan tidak memiliki kemampuan untuk membahagiakan sang wanita, atau setidaknya Ia merasa bahwa perjuangannya belum cukup untuk membuat sang wanita merasa puas dan hubungannya dipenuhi kebahagiaan.


“Love isn't something natural. Rather it requires discipline, concentration, patience, faith, and the overcoming of narcissism. It isn't a feeling, it is a practice.” 

― Fromm, Eric, The Art of Loving



———————


Kadang saya berpikir, mungkin tidak ada cinta yang semestinya. Tidak pernah ada. Sesuatu yang menarik minat saya salah satunya adalah kejadian semalam. Seperti biasa, saya membuka Twitter dan melihat-lihat apa yang disajikan algoritma untuk saya. 


Di Twitter, ada sebuah akun yang lewat di linimasa saya, akun itu rupanya milik seorang perempuan —atau bisa jadi beliau tidak ingin dipanggil perempuan—yang bergaya sedikit tomboy. Laman twitternya berisi keluh kesah dan suka duka kehidupannya, kadang ia mengunggah foto sedang mesra dengan kekasihnya, kadang bersedih dengan perkara kehidupan. Di profilnya, dia menulis bahwa dirinya menjalani sebuah hubungan yang disebut ‘Egalitarian Polyamory’


Poliamori, sebagaimana layaknya poligami, barangkali bukanlah sesuatu yang didambakan banyak orang. Sebagian menganggap bahwa poligami atau poliamori adalah suatu bentuk hubungan yang aneh dan menentang istilah kesetiaan. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa praktik hubungan dengan lebih dari dua individu di dalamnya cukup diminati oleh sebagian kecil masyarakat dunia.


Bahkan, jauh-jauh hari, dalam peradaban Islam, Nabi SAW menganjurkan untuk poligami dengan catatan untuk membantu janda-janda miskin kala itu yang suaminya gugur karena peperangan. Di satu sisi, hubungan semacam ini dekat dengan sosio-politik dan peradaban tertentu. Di masyarakat Indonesia, praktik memiliki selir sudah biasa dilakukan para elit politik masa lampau. Meskipun ada kecenderungan bahwa selir lebih dianggap sebagai ‘pelayan’ dibandingkan pasangan resmi selayaknya istri.


Hal ini sedikit membuka mata saya, meskipun toh akan selalu ada yang berkomentar bahwa poligami adalah sebuah anjuran agama, bukan semata hubungan biasa. Meski begitu, tentu saja apa yang selama ini di dalam benak masyarakat kebanyakan bahwa cinta yang semestinya adalah cinta yang setia dengan satu orang sehidup semati. Monogami mungkin menjadi sebuah pilihan populer dalam hubungan, tetapi tentu saja bukanlah satu-satunya. 


—————


Sebuah preferensi, baik itu hiburan seperti musik atau film, sampai ke hal-hal serius semacam agama atau hubungan terkadang membingungkan. Misalnya, menjalani hidup sebagai seorang ateis atau kristen di dalam lingkungan muslim terlihat cukup sulit, tapi toh keyakinan tidaklah bisa dipaksakan. Sebuah gaya hubungan, termasuk berbagai macam bentuk dan hiruk pikuk di dalamnya juga merupakan sebuah preferensi. 


Sebagian orang meyakini bahwa setia dengan satu pasangan merupakan jalan terbaik yang bisa dilakukan manusia selama hidup di dunia. Sebagian lainnya memilih jalan yang lebih liar, mereka menganggap bahwa rasa cinta adalah sebuah hal yang fana dan terbatas waktu. Beberapa orang meyakini bahwa belahan jiwa mungkin tidak terbelah menjadi dua bagian, tetapi lebih dari itu. 


Ini kemudian menjadi sebuah catatan yang penting. Bahwa setiap manusia ingin diperlakukan berbeda satu dengan yang lainnya, sebagian mungkin lebih suka diperlakukan lemah lembut, sedangkan sebagian lainnya lebih senang dengan perlakuan yang tegas.


Seorang teman, Apip, memiliki permasalahan yang sama. Kekasihnya seringkali memiliki sikap yang sulit ditebak sehingga ia sedikit kesulitan menata hubungannya. Tapi seperti pepatah lama, banyak jalan menuju roma. Apip kemudian memiliki banyak cara untuk menyenangkan hati kekasihnya. Misalnya, ketika kekasihnya sedikit murung, dengan cepat ia mengantarkannya ke kedai seblak.


Lain lagi dengan Aji, hubungannya bisa dibilang kurang beruntung. Mantan kekasihnya pergi dengan pria lain. Selama berminggu-minggu, hidupnya dipenuhi kemurungan dan kesedihan. Mantan kekasihnya pergi dengan dalih ingin mencari kebahagiaan. 


Barangkali hal yang bisa dilakukan Aji hanyalah menyanyikan reff lagu Tak Seindah Cinta yang Semestinya di kamar mandi dengan suara air mengalir di belakangnya. 


———————-


Kadang seseorang bisa terjerembab ke dalam kubangan penyesalan hanya karena kesalahpahaman dan kegagalan untuk mengerti apa yang diinginkan sang kekasih, atau lebih jauh, apakah ia sebenarnya diinginkan oleh sang kekasih.


Cinta yang semestinya barangkali tidaklah nyata. Barangkali itu hanya alasan seseorang untuk pergi dengan dalih yang mudah diucapkan. Toh, seharusnya cinta merupakan upaya dari kedua belah pihak untuk saling memahami keadaan. Seperti dalam cerita-cerita yang disampaikan dalam setiap ceramah, bahwa Tuhan menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam. Adam kekurangan satu tulang rusuk, yang konon digantikan oleh kehadiran Hawa di sisinya. Keduanya saling melengkapi.


Cinta yang semestinya adalah sebuah bentuk usaha dan perjuangan untuk saling memahami. Tidak perlu ada standar baku atau tutorial menyenangkan pasangan, tidak perlu juga sebuah kitab berisikan cara-cara menjaga hubungan. Karena semua haruslah dinamis, tidak ada hubungan yang kaku dengan tempo yang sama. 


Hal-hal menyenangkan selalu berkelindan dengan kesedihan, dan sebuah pertemuan selalu diakhiri dengan perpisahan. Dipisahkan manusia atau dipisahkan maut adalah hal absolut yang tidak bisa dipungkiri akan selalu hadir dekat dengan manusia. 


Mungkin tidak ada cinta yang semestinya, yang ada hanyalah keniscayaan bahwa cinta merupakan hal paling dinamis yang sangat dekat dengan manusia. 




Ciamis,

26 Maret 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis dan Pembahasan Puisi Sajak Matahari karya W.S Rendra

Macam-Macam, Jenis dan Contoh Cara Penggambaran Tokoh dalam Cerita

Jagat Alit - Godi Suwarna