Basa-Basi #45 : Pinjaman yang Menjerat

 


Selama beberapa hari terakhir, ketika saya membuka twitter–atau setelah re-branding jadi dinamakan X–yang muncul adalah berita soal pinjaman online alias pinjol. Seorang pria diduga tewas bunuh diri setelah dirinya terlilit utang pinjaman online. Berita itu membuat saya mengernyitkan kening.


Berita lain muncul di beranda Tiktok. Berbagai cerita dari beberapa orang yang terlilit utang pinjaman online. Mulai dari cerita bahwa si korban awalnya hanya meminjam dua juta rupiah tapi biaya yang harus dibayarkan ternyata membengkak sampai puluhan kali lipat, hingga cerita-cerita soal bagaimana proses debt collecting dilakukan semena-mena secara sepihak yang merugikan nasabah. 


Ironisnya, hampir semua kasus tersebut disebabkan oleh pinjol ilegal. Pinjaman yang diberikan tanpa adanya keterangan soal tenor, waktu jatuh tempo, hingga biaya layanan yang sampai 2x lipat dari uang yang dicairkan. Proses debt collectingnya bermasalah, sang penagih konon bisa menyebarkan berita bohong yang merendahkan dan menistakan peminjam. Pelanggaran privasi termasuk akses ilegal terhadap kontak, hingga teror bisa dilakukan sewaktu-waktu.


——


Sebelum adanya pinjaman online, jenis pinjaman yang saya tahu hanyalah pinjaman bank. Proses meminjam uang di bank juga bukan perkara yang mudah, saya pernah mendengar bahwa konon untuk mendapatkan persetujuan, ada tim survei yang datang ke rumah, mengecek bagaimana kondisi keluarga nasabah, laporan keuangan, hingga detail lain yang cukup rumit. Utamanya jika pinjaman ini untuk modal usaha.


Seorang pengusaha yang berdagang perabotan rumah misalnya, pernah menjelaskan bahwa dia mendapat pinjaman beberapa puluh juta rupiah dari salah satu bank milik negara. Prosesnya cukup panjang, tapi jika rekam jejak sang peminjam lancar dalam pembayaran, maka proses peminjaman berikutnya akan dipermudah. Hal-hal seperti melihat kondisi tempat usaha dan jenis usaha yang dijalankan juga berperan penting. Tentu saja karena bank ingin memastikan bahwa mereka meminjamkan uang ke orang yang memang memiliki kemampuan untuk membayarnya.


Hal ini kemudian menjadi hilang dalam proses pinjaman online. Dalam beberapa iklan yang sering tampil ketika saya memutar video musik di YouTube misalnya, pihak pemberi pinjaman memberikan highlight tentang seberapa mudah untuk masyarakat meminjam uang dari penyedia pinjaman. Cukup siapkan KTP, nomor telepon, dan pinjaman bisa langsung dicairkan tanpa perlu menunggu sampai satu jam. 


Setelah berselancar di sosial media, ternyata hal itu nyata adanya. Saya menemukan kesaksian beberapa orang yang terjerat pinjol mengakui bahwa memang proses meminjam uang dari aplikasi pinjol sangat mudah dan cepat. Daftar, mengisi identitas, setelah itu uang langsung cair ke dalam rekening yang didaftarkan. Tapi disinilah justru petaka itu dimulai.


Ada beberapa aplikasi pinjol yang ternyata mengirimkan uang dalam jumlah yang berbeda dari pinjaman. Misalnya begini, saya meminjam uang sebesar satu juta rupiah, tapi kemudian dikirim sepuluh juta. Ini kemudian jadi masalah karena ternyata biaya layanannya bisa setara pinjaman. Dalam artian, uang yang saya dalat adalah sepuluh juta, dan biaya layanannya sembilan juta. Artinya, saya harus mengembalikan sembilan belas juta rupiah kepada aplikasi pinjol. Tidak cukup sampai disitu, hal lain yang dimainkan adalah waktu jatuh tempo. Jelas karena tidak diawasi oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) maka mereka bisa memainkan detail pinjaman sesuka hati. Waktu pembayaran yang harusnya 6 bulan bisa diubah jadi hanya 1 bulan. Jika satu bulan belum ada tanda-tanda pembayaran, akan turun debt collector yang secara virtual akan menyiksa anda secara mental. Karena hal ini, banyak yang tidak tahan. Sebagian orang terpaksa membayar dengan jumlah fantastis untuk menyelamatkan nama baik mereka, sedangkan sebagian lain berakhir lebih naas dari kerugian ekonomi.


Pelanggaran privasi turut menyumbang peran besar dalam bisnis pinjol ilegal. Aplikasi pinjol biasanya memiliki permintaan akses untuk hal-hal aneh seperti akses kontak, akses galeri, foto atau video, dan hal lain yang rasanya tidak ada hubungan dengan utang piutang. Data inilah yang kemudian mereka gunakan untuk menyerang balik peminjam. Mereka mendapatkan data semua kontak di ponsel peminjam, kemudian mengirim sms blast atau broadcast yang mempermalukan korban. Mulai dari pelecehan secara seksual hingga pencemaran nama baik dan menyerang kantor tempat peminjam bekerja. 


—————


Ironisnya lagi, kebanyakan yang saya temukan adalah fakta bahwa peminjam dari aplikasi pinjol ilegal ini bukanlah kalangan atas yang bisa kapan saja membayar berapapun yang diminta. Korban-korban pinjol ilegal adalah kita, masyarakat kelas menengah dan menengah kebawah yang hidup sehari-hari mengandalkan gaji dari kantor, uang dari penumpang, atau sedikit pendapatan dari berjualan kecil-kecilan. Maka tidak heran jika kasus demi kasus terus terjadi. Kematian yang diakibatkan oleh pinjol ilegal kian marak terdengar.


———-


Jika tak salah ingat, pinjol mulai semakin masif di Indonesia setidaknya saat pandemi berlangsung. Meskipun sebelumnya sudah ada, tapi penggunanya tidak sebesar saat dan pasca pandemi. Tentu saja kita bisa menarik benang merahnya, bahwa pandemi yang mematikan—dalam artian mematikan secara harfiah dan mematikan ekonomi—menjadi salah satu penyebab kenapa orang mulai meminjam uang secara daring. Ekonomi lesu, pedagang sulit mencari customer, ditambah dengan judi online yang kian marak membuat daya beli menurun dan perputaran uang seolah mandeg. 


Masyarakat akhirnya mencari jalan pintas. Mengajukan pinjaman ke bank tentu saja terlalu repot, prosesnya cenderung lama dan memerlukan banyak dokumen untuk dipersiapkan. Seperti pahlawan, pinjol muncul dengan iming-iming tidak memerlukan banyak dokumen, hanya perlu KTP dan pinjaman segera cair dalam beberapa menit. 


Untuk orang yang masih bisa mencukupi kehidupannya sehari-hari seperti saya, hal ini terdengar tidak masuk akal. Kok mau-maunya. Tapi tentu bagi mereka yang sedang dalam kesulitan, perlu modal usaha agar keuangan tetap lancar dan dapur tetap ngebul, atau mereka yang baru saja terkena PHK tapi anak masih perlu susu formula dan bunyi token listrik yang bising memekakkan telinga, pinjol adalah penyelamat. Setidaknya untuk sementara, sampai mereka bisa mendapatkan uang.


Beberapa orang mungkin akan menyalahkan mereka sebagai kaum ‘buta finansial’ atau ‘orang-orang dengan manajemen keuangan buruk’. Tapi tentu saja kita tidak pernah tahu apa yang mereka alami. Bahkan mungkin sebagian dari mereka kesulitan mencari pekerjaan baru karena terkena PHK, mungkin sebagian perlu dana darurat yang melebihi tabungan, atau hal-hal lain yang mendesak. Kalau mereka punya gaji dua juta saja sebulan, mungkin mereka mau untuk menabung—itu pun kalau ada sisa dari living cost yang kian tinggi—tapi bayangkan saja jika mereka bekerja serabutan, atau berdagang yang tidak pasti laku setiap harinya.


Lagi dan lagi, pinjol adalah solusi yang tercepat dan termudah. Mereka bahkan bisa saja berpikir bahwa bank belum tentu memberikan pinjaman. Akhirnya terjerat pinjol dan nasibnya makin sengsara. Miris, tapi begitulah kenyataannya. Sistem predator yang terus membuka mulutnya untuk melahap mangsa selanjutnya inilah yang menjadi ancaman.


Berbicara solusi pun rumit. Semuanya saling terkait dan sulit untuk menyalahkan pihak yang harus ditunjuk. Apakah pemerintah yang salah karena pelaksanaan operasi memberantas kejahatan siber tidak berjalan sempurna? Atau masyarakat yang salah karena gampang tertipu dan kurang kesadaran finansial? 


Semuanya terkait antara pemerintahan, kondisi ekonomi, regulasi yang longgar dan bisa dicari celahnya, pendidikan keuangan, penyuluhan ke masyarakat luas soal pinjaman online, dan semuanya. Semuanya saling terkait seperti jaring laba-laba yang kusut dan semrawut. Kini yang perlu ditanyakan, sampai kapan orang harus meregang nyawa, kehilangan kewarasan hingga kehilangan pekerjaan karena teror dari pinjaman online?




Ciamis,

29 September 2023.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis dan Pembahasan Puisi Sajak Matahari karya W.S Rendra

Macam-Macam, Jenis dan Contoh Cara Penggambaran Tokoh dalam Cerita

Jagat Alit - Godi Suwarna