Kehidupan, Warna dan Tinta Hitam
Siang hari ketika matahari menusuk ubun-ubun,
Hidup barangkali memang teramat unik, teramat menyedihkan,
dan teramat sangat menyenangkan. Bagi saya yang belum tahu tentang apa itu
hidup, barangkali beginilah rasanya hidup. Penuh tantangan, penuh kejutan, dan
penuh kesedihan. Saya pernah membaca sebuah kutipan yang kira-kira bahasa
Indonesianya begini “Hidup bagaikan sebungkus cokelat, kau takkan bisa
mengetahui apa yang akan kau dapatkan.”
Kata-kata itu tampaknya memang benar, karena segala sesuatu
yang akan kita dapatkan pada hari esok tergantung apa yang akan dilakukan orang
lain, dan … kita takkan pernah mengetahui isi hati orang lain. Mungkin besok
kita bisa menjadi seorang milyarder tiba-tiba, mungkin kita bisa sakit, mungkin
kita dijemput Yang Maha Kuasa, mungkin dan mungkin. Masih banyak kemungkinan
lainnya diluar sana, baik itu yang rasional maupun yang irasional.
Segala sesuatu yang terjadi memang berdasarkan apa yang kita
lakukan. Banjir terjadi karena kita buang sampah sembarangan –dalam konteks
anak sekolah—atau karena keteledoran pemkot –dalam konteks nasbung—atau yang
lainnya seperti kenapa longsor terjadi, kenapa kebakaran hutan terjadi, dan
sebagainya. Tetapi sesuatu yang terjadi tanpa direncanakan pun selalu hadir
dalam kehidupan, memberi corak. Misalnya, kondom bocor hari ini kita
menyiram tanaman karena tidak hujan selama seminggu, eh ketika kita sedang
menyiram hujan begitu lebatnya turun, bagaikan mempermainkan kehidupan.
*sebenarnya itu kejadian nyata beberapa hari lalu*
Bicara soal kehidupan, tampaknya kehidupan saya ini memiliki
corak warna yang begitu banyaknya. Beberapa manusia turut hadir dalam kehidupan
saya untuk memberikan warnanya sendiri, kemudian memoleskan dirinya pada alur
kehidupan saya yang tadinya monoton, menjadi lebih cerah dan berwarna. Misalnya
saja, seorang kawan yang pikirannya kotor, atau seorang kawan yang nakalnya
luar biasa tapi menjadi teman yang sangat baik.
Seseorang yang menurut saya berarti akhir-akhir ini adalah
seorang lelaki, seorang yang memiliki pikiran sangat kuat. Beliau mengajarkan
beberapa hal dalam bidangnya, yang tentunya saya terima dengan senang hati,
siapa yang tak mau pengetahuan? Beliau juga menjadi seorang yang menurut saya
pribadi, berpikiran terbuka dan berpegang teguh pada pendiriannya. Walaupun saya
tidak selurus beliau, namun banyak pemikiran beliau yang sangat bermanfaat,
misalnya betapa cintanya beliau pada bidangnya, hingga akhirnya beliau bisa
menikmati hidup dengan begitu tenangnya. Beberapa hal beliau ajarkan secara
langsung, misalnya bagaimana etika dalam berpendapat, karena beliau juga, hidup
saya terasa menjadi tenang karena akhir-akhir ini saya tidak lagi bersinggungan
dengan hal-hal sensitive.
Sebuah hal yang bisa saya dapatkan dari beliau yang paling
berarti adalah .. bagaimana agar mengukuhkan pendirian. Satu-satunya hal yang
saya lihat begitu erat dengan beliau adalah pendiriannya. Walau pendirian saya
dengan beliau berbeda jauh, tetapi semangat beliau dalam meneguhkan
pendiriannya-lah yang saya kagumi. Pendirian kami bertolak belakang, namun
semangat kami takkan pernah padam. Semoga Tuhan melimpahkan rezeki pada beliau
sampai akhir hayatnya. Karena se’sadis’ apapun kritiknya, pelajaran hidup yang
diberikan melebihi semuanya
.
Kehidupan memiliki banyak corak, dan dalam setiap coraknya
mempunyai sebuah dualisme (atau dualitas ya?). Hitam dan putih, aktif dan
pasif, sedikit dan banyak, tinggi dan pendek, atau pro dan kontra. Semuanya saling
melengkapi. Tak bisa dibanyangkan jika kejahatan pada suatu hari lenyap dari
hati semua manusia, mungkin keadaan dunia akan berubah, pada akhirnya akan
merusak warna itu sendiri. Sebuah kalimat yang cocok untuk penjelasan ini
tampaknya merupakan pepatah lawas “Setiap kejadian pasti ada hikmahnya”, karena
dalam setiap tindak kejahatan, detektif swasta bisa menafkahi keluarganya, atau
dalam setiap bencana, misalnya gunung meletus, maka tanah akan subur usainya
dan membuat warga memiliki hasil tani yang baik.
Suatu perbedaan akan menjadi indah apabila keduanya bisa
saling melengkapi. Misalnya perbedaan suku yang membuat Indonesia semakin ‘berwarna’.
Perbedaan pendapat pun bisa menjadi sebuah warna, tak percaya? Lihat saja
forum-forum debat begitu berwarna dengan adanya perbedaan pendapat. Asalkan kita
bisa menyalurkan perbedaan pendapat itu kepada hal yang positif—dengan artian
melakukan sebuah hal yang bisa memperkuat pendapat anda. Lain halnya dengan
mereka yang mempunyai perbedaan pendapat, kemudian melakukan suatu tindakan
yang malah melemahkan pandangan mereka sendiri. Misalnya karena tak terima pemikirannya
dicounter lawan debat, seorang pemuda menembak mati kawannya. Itu malah membuat
orang lain dengan santai dan secara logis mencap pemuda tersebut memang cacat
pikirannya.
Coba lihat hal yang lain, misalnya seorang yang berpikiran
bahwa kelompoknya harus mendapat pengakuan dari warga membuat sebuah acara
seperti pembagian sembako gratis pada warga agar mendapatkan hati di masyarakat.
Jadi, walaupun lawan mereka yakni para mayoritas tidak menginginkan kelompok
itu muncul di tengah masyarakat tapi para minoritas itu sudah keduluan
mendapatkan tempat di masyarakat. Bandingkan jika para minoritas ini malah
berontak dan menyerang lawannya, sudah bisa dipastikan warga takkan bisa
menerima orang-orang seperti itu.
Bicara soal mayoritas, saya pernah membaca cerpen yang
berjudul ‘Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi’ karya Seno Gumira Ajidarma. Terdapat
kata ‘Sesuatu dianggap kebenaran hanya jika dianut orang banyak’, menurut saya,
kata-kata ini tidak hanya pantas untuk cerpennya, tetapi juga pantas untuk
kehidupan ini. Demokrasi misalnya, seorang pemimpin yang berbudi jelek
sekalipun bisa memimpin suatu wilayah jika banyak orang memilihnya. Jadi,
sekuat-kuatnya minoritas, walaupun mereka orang yang benar, akan kalah oleh
pendapat orang banyak.
Tetapi, mayoritas bisa dikalahkan oleh kekuatan dan
kekuasaan. Seorang manusia memburu sarang lebah, atau mungkin madunya. Karena lebah
bisa menyengat dan mengerubungi tubuhnya, maka ia menggunakan plastik dan
peralatan menangkap lebah agar bisa menangkap lebah-lebah tersebut. Manusia mempunyai
kekuatan dan kuasa untuk menipu lebah.
Atau dalam sebuah perusahaan, seorang karyawan kepergok
sedang minum tequila di kantor saat sedang rapat. Karyawan-karyawan lain
mengusulkan pada bos mereka agar si karyawan mabuk itu dipecat. Namun, si bos
menolaknya karena karyawan itu menurutnya masih mempunyai kesempatan untuk
hidup lebih baik. Disini terlihat jika mayoritas masih bisa dikalahkan oleh
kekuasaan. Makanya, orang-orang dari kelompok tertentu berebut ingin menjadi
penguasa, agar dalam pelaksanaan bernegara nantinya, dengan kekuasaan yang ia
miliki, ia bisa melindungi kawan-kawannya. Kurang lebih seperti itu siasat atau
politiknya. Dalam keadaan yang lebih menjijikan, tekanan hidup membuat
seseorang menjadi penjilat agar ia bisa kecipratan kekuasaan dan melindungi
diri dan kawannya. Semuanya menjadi sesuatu yang benar apabila dilakukan oleh
si empunya kekuatan tersebut, maka segala sesuatu bisa menjadi halal adanya. Halal
haram segalanya akan menjadi halal.
Politik memang tampak busuk, namun semuanya sah-sah saja
dalam berpolitik. Kehidupan manusia memang keras menurut suatu pihak, namun
semuanya menjadi sebuah keunikan tersendiri. Hidup barangkali memang sebuah
misteri yang takkan pernah bisa dipecahkan. Semuanya mungkin bagaikan sebuah
labirin, sekali kau mau memecahkan misterinya, kau akan kesulitan mencari jalan
kembali. Makanya, nikmati saja. Manis pahit tergantung keadaan, ya, tergantung
keadaan dan tak tergantung pada kelakuan manusia. Manusia bisa melakukan
kebaikan, namun terkadang sesuatu yang pahit akan ia dapatkan. Kembali pada
pernyataan saya tadi, kehidupan memang keras, kehidupan memang sebuah misteri.
Biarlah semuanya menjadi misteri. Jalani kehidupan layaknya
orang normal, dan semuanya akan berjalan sesuai rencana. Setidaknya, walaupun
anda mempunyai pikiran yang berbeda dengan orang lain, jika anda menjalani
hidup sebagai orang normal maka orang takkan menganggap anda berpikiran
lain-lain. Dan pada suatu saat nanti, pikiran anda akan dilepas tanpa ada
pertentangan dari pihak lain. Walaupun dalam perjalanannya anda berpura-pura
sebagai seorang mayoritas, di suatu saat anda bisa melancarkan aksi anda tanpa
halangan. Oleh karena itu, ketika anda berpura-pura sebagai minoritas itulah
anda mematangkan semuanya.
Pikiran dalam artikel ini mungkin menyesatkan, semua
tergantung pada keyakinan anda sendiri.
Ciamis, 22 Maret 2017.


Komentar
Posting Komentar