Tentang Desaku
Tentang Desaku
Ini adalah kisah tentang desaku. Desaku berada di negeri
paling kaya. Di desaku ratusan orang hidup, menghirup oksigen yang perlahan
mulai pudar, tapi lebih baik karena di sekeliling kami pohon-pohon rindang
melindungi desa. Warga desaku merupakan orang-orang bijak, tak ada permusuhan
di antara kami.
Desaku bukanlah kota yang sempit dengan manusia-manusia
barbar di setiap sudut jalanan, orang-orang di desaku menghirup oksigen bukan
karbon dioksida, dan orang-orang di desaku bukanlah binatang yang memberlakukan
hukum rimba. Aku bangga lahir disini, di tempat dimana tak ada permusuhan
tercipta, di tempat dimana masalah diselesaikan tanpa ada banyak penundaan yang
tak penting, di tempat dimana toleransi dijunjung tinggi.
Di desaku banyak organisasi, mulai dari klub motor hingga
organisasi semi-militer, hitam, oranye, hijau, biru, semua seragam itu bersatu
padu, menjadikan lukisan di desaku. Tak ada permusuhan di antara mereka,
semuanya saling menghargai, saling merangkul, menjunjung tinggi hak-hak sebagai
manusia yang utuh.
Di desaku tak pernah ada yang saling menyalahkan atas nama
kebenaran, di desaku tak ada yang menghina kepercayaan orang lain, di desaku
tak pernah ada yang menganggap dirinya paling benar atau paling tinggi
keberadaannya. Kami semua sama, karena itulah kami tak seperti binatang, kami
berusaha menjadi manusia yang utuh, manusia yang bukan titisan harimau yang
menerkam kebebasan orang lain, atau seperti tikus yang seenaknya mencuri
kekayaan orang lain.
Setiap malam, desaku berada di tingkat paling bawah lautan
bintang, dimana rembulan dan bintang masih menerangi rumah-rumah dengan lampu
suram. Di desaku tak ada kegaduhan pelacur dan ranjang berderit, di desaku tak
ada suara meracau dari mulut seseorang yang bau arak, begitu juga dengan
kegaduhan-kegaduhan yang hanya bisa kau temukan di tengah metropolutan! –Navicula
bilang metropolutan!—
Di desaku, manusia bebas menjadi manusia, tak akan ada yang
berani merampas kebebasan itu di desaku. Di desaku ratusan orang datang dan
pergi, meninggalkan keluarga mereka atau membentuk keluarga mereka, semuanya
sama ketika datang ke desaku, yang tadinya binatang akan menjadi manusia.
Desaku bukanlah desa yang besar, desaku hanyalah tanah
pemberian Tuhan yang kami jaga atas wasiat leluhur. Di desaku takkan ditemukan
gedung-gedung yang menancap dan menjulang ke angkasa, takkan ditemukan pula tikus
yang menjelma jadi manusia dan diikuti oleh petugas keamanan. Desaku memang
tampak seperti desa yang primitif, tapi aku menegaskan, desaku bukanlah hutan. Desaku
bukan sarang tikus-tikus berdasi, harimau-harimau perampas kebebasan, atau
anjing-anjing penjilat.
Sebaliknya, ketika aku pergi ke sebuah daerah yang bernama
metropolutan, aku seperti menyaksikan genosida dengan cara paling sopan sejauh
ini. Orang-orang dirantai di mulut mereka, sedangkan di leher mereka terikat
rantai yang besar, menarik-narik manusia menjauhi norma-norma yang berlaku, orang-orang
mati dibunuh oleh aktivitas, rutinitas menyeret-nyeret manusia hingga hati
mereka hancur dan tak menyisakan apapun.
Manusia menjadi brutal, beradu paham, adu mulut, adu
pendirian, hingga adu pedang di jalanan. Tak lupa para mahasiswa dan siswa
sekolah menengah saling lempar batu, menjadikan perang sebagai konsumsi
sehari-hari. “Nenek moyangku seorang
pelaut..” mungkin beberapa millennium ke depan syair ini akan berganti
menjadi “Nenek moyangku seorang
petarung..”
Primitif!
Dan di desaku ini, aku berharap
semuanya akan tetap sama. Desaku bukanlah tempat melacurkan harga diri, desaku
bukan untuk dijajah bangsa sendiri, desaku bukan untuk gudang makanan bagi
tikus-tikus berdasi. Dan terakhir, desaku akan sekokoh batu, tak peduli air
menyeret-nyeret hingga ke ujung, desaku akan dengan kokoh berdiri.
2017,
panas terik
Sebuah kisah yang saya
persembahkan untuk diri saya sendiri, untuk mengingat kembali di masa mendatang
tentang desaku. Satu hal yang saya benci di desa ini : gossip! Di setiap tempat
semua orang bergosip ria, walau suara sudah serak, walau umur sudah tak muda
lagi, gossip tetap jalan! Tancapp!
Komentar
Posting Komentar