Merpati - Azi Satria | Cerpen


Merpati



karya

Azi Satria



Merpati itu milik siapa sih?” Tanya Wina padaku.

Aku mendongak ke atas, berusaha melihat dua ekor merpati putih yang terbang melintasi perumahan.

Nggak tahu, belum pernah lewat sebelumnya.” Jawabku.

Wina meraih gelas kopi di meja, kemudian dia berkata “Aku jadi ingat sebuah cerita.”

“Cerita apa?” tanyaku.

“Tentang sebuah merpati..”


*


Di suatu masa, terdapat seorang pemuda pengangguran bernama Aris. Pemuda dengan rambut acak-acakan dan pakaian lusuh itu bukanlah seniman yang sengaja berpakaian bohemian, tapi dia seorang anak petani ganja yang setiap harinya berusaha untuk tetap bersembunyi dari terik matahari.

Pagi itu, ketika embun masih menetes-netes dari daun manggis, Aris meneguk kopi yang diseduh istrinya. Betapa nikmatnya hidup. Namun rupanya kenikmatan itu harus segera sirna karena tiba-tiba seekor burung merpati berwarna putih bersih datang dengan segulung kertas ke hadapannya. Dibukanya kertas itu hingga nampak satu kalimat surat.

Dengan dahi mengkerut dan mata melotot Aris berusaha membaca kata demi kata yang ada dalam gulungan surat.

“Bekerjalah untuk dirimu, istrimu, dan anak cucumu.”

Dahinya semakin mengkerut karena seingatnya, dia selalu bekerja selama ini. Entah itu memperbaiki genteng bocor atau mengusir serangga dari kopinya. Akhirnya dengan siraman cahaya mentari pagi, selama empat jam dia berusaha berpikir tentang bekerja, Aris menemukan sebuah titik terang. Ayahnya bekerja sebagai petani ganja, begitu pula kakeknya dan nenek moyangnya.

Akhirnya dengan berbinar-binar dia berjalan menuju ke dalam rumah, kemudian setelah berkata pada istrinya bahwa dia akan menjadi petani ganja dia pergi tidur dan berharap esok adalah hari yang indah. Esoknya, pagi-pagi sekali Aris sudah berangkat ke ladang, kemudian menanam ganja dan bercocok tanam sebagaimana diajarkan oleh bapaknya.
Setelah seminggu berlalu, ketika Aris sedang berteduh di bawah pohon beringin yang rimbun, seekor merpati putih kembali datang dengan sepucuk surat.

“Bekerja untuk hal yang baik, hal yang baik untuk orang lain maupun diri sendiri.”

Aris menjadi semakin bingung, seminggu yang lalu dia disuruh bekerja, ketika dia sudah bekerja, dia malah disuruh berhenti dan mencari pekerjaan yang baik. Setahu Aris, bertani adalah kegiatan yang baik, karena membantu para manusia dari kota yang datang untuk membeli ganja.

Kemudian dia bertanya pada istrinya yang pernah sekolah sampai kelas 4 SD.

“Menurutmu, pekerjaan apa yang baik? Kau kan pernah sekolah.” Tanya Aris pada malam setelah ia menerima surat.

“Mungkin kau bisa menjadi seorang tentara. Aku dengar di kampung sebelah sedang ada orang yang butuh tentara.” Kata istrinya yang usianya lebih tua 19 tahun.

Aris mengangguk, ia pikir menjadi tentara adalah pekerjaan mulia.

Hari esoknya, dia pergi ke kampung sebelah, bertemu dengan komandan tentara yang kumisnya melintang. Komandan itu dengan ramah mengajak Aris untuk ikut menjadi tentara dan pergi ke kota seberang sungai, sekaligus untuk berlatih menjadi tentara.

Setelah pamit pada istrinya, Aris pun tanpa ba-bi-bu langsung ikut bersama tentara-tentara itu. Dengan punggung bengkok akibat senapan yang beratnya minta ampun, dia berjalan menembus belantara hutan, bergerilya bersama kawan-kawan tentaranya. Disanalah ia mengenal kalau ternyata buah nanas bisa meledak.

“Ini granat, goblok.” Maki kolonel.

“Oh.. tapi kalau di kampung saya namanya nanas, Pak.” Aris manggut-manggut, ia tak memperhatikan jika kolonel melotot geram.

Seminggu dia bersama para tentara, ikut berperang di dalam hutan, menembaki musuh, melemparkan nanas batu—itu nama untuk jenis nanas yang ia temukan—ke pasukan tentara lain yang melintasi hutan dengan tank. Tangannya tak terasa sudah mahir untuk menarik pelatuk, kemudian dar-der-dor suara peluru yang berhamburan, melesat tak tentu arah.

Suatu waktu dalam pengembaraannya, di dalam hutan rimba yang gelap dia mendapatkan surat kembali dari merpati.

“Kau telah membunuh manusia, itu perbuatan yang salah. Kau harus menebusnya.”

Dengan geram Aris menyobek-nyobek kertas surat itu, dia merasa dipermainkan oleh pengirim surat. Ini salah, itu salah. Kemudian dengan geram dia melepas kepalanya, membungkusnya dengan plastik dan menyertakan surat untuk dikirim:

“Ini kepalaku, silakan anda katakan ada kepalaku apa yang ingin anda katakan. Jika perlu tubuhku anda bisa menghubungiku kembali. Dalam kepala itu aku sertakan pikiran-pikiranku, mungkin anda membutuhkannya.”

Kemudian setelah ditanda tangan, surat itu ia selipkan di antara bibirnya. Merpati itu membawa kepala Aris terbang ke angkasa, sedangkan tubuhnya duduk santai di akar-akar pohon kemenyan. Dari kepala itu, Aris bisa melihat hamparan ladang ganja dibawah sana, ledakan di sebelah utara, jeritan di selatan, dan suara-suara yang tak ia kenal.

Pada akhirnya kepala itu tak pernah sampai ke si pengirim surat karena terjatuh ke sungai yang deras saat merpati melewati hutan rimba. Tapi Aris senang, dengan kepala yang terjatuh dan terbawa arus itulah ia bisa melihat ikan-ikan dan berbagai macam kehidupan, walau akhirnya ia harus mengendap bersama limbah minyak di samudera luas.

Si pengirim surat tetap rajin mengirimkan surat lewat merpati pada Aris. Tapi si pengirim surat tak pernah tahu kalau ia berkirim surat dengan orang yang tak punya kepala.


**


“Absurd.” Kataku saat Wina mengakhiri ceritanya.

“Dimana absurdnya?” Tanya Wina sambil menghabiskan sisa kopi.

“Kenapa harus membahas soal itu? Bukannya perkotaan?” tanyaku.

“Sudah lumrah kalau di perkotaan yang padat nan menjengkelkan perihal surat menyurat, lagipula, apa sih pentingnya tema?” dia malah kembali bertanya sambil tertawa kecil.

Aku menyulut sebatang rokok, merasakan asap mesiu memenuhi paru-paruku.

Terdengar lagu di apartemen sebelah

 “Putar dunia mustahil dihentikan..
Tangis dan tawa tak mungkin dipisahkan..
Matahari dan bulan berperan bergantian
Karena kita manusia dan hidup di kedua sisinya..” *




Ciamis

30/5/17


*Lirik lagu Tenang dari band Empat Detik Sebelum Tidur


Q: Kenapa ilustrasinya The history of slavery and the slave trade, ancient and modern - the forms of slavery that prevailed in ancient nations, particularly in Greece and Rome; the African slave trade and the political?
A : Untuk mempermudah pembaca mencari makna cerpen ini

Jelas kan? wkwks 

Komentar

Postingan Populer