Analisis Cerpen Pelajaran Mengarang karya Seno Gumira Ajidarma
Venusastra - Hai pembaca Venusastra! Pada kesempatan kali ini saya akan membagikan artikel dengan judul 'Analisis Intrinsik Cerpen Pelajaran Mengarang karya Seno Gumira Ajidarma' yang mana saya menghaturkan banyak terima kasih untuk situs-situs yang menjadi referensi.
Untuk anda yang belum membaca cerpennya, anda bisa membaca terlebih dahulu cerpen Pelajaran Mengarang karya Seno Gumira Ajidarma disini.
A. Tema
Tema dalam sebuah karya sastra, fiksi hanyalah merupakan salah satu dari sejumlah unsur pembangunan cerita yang lain, yang secara bersama membentuk sebuah kemenyeluruhan. Tema juga menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka tema pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu dari awal sampai akhir.
Tema dalam cerpen Pelajaran Mengarang adalah mengenai Kehidupan Sosial yang dialami oleh satu keluarga yang dimana seorang Ibunya itu bekerja sebagai seorang pelacur dan anaknya baru duduk di bangku kelas V SD. Cerpen ini juga mengisahkan bahwa keadaan sosial atau pekerjaan dan lingkungan keluarga sebagai faktor utama dalam pembentukan dasar karakter seorang anak.
“..Ketika berpikir tentang keluarga kami yang bahagia, Sandra hanya mendapatkan gambaran sebuah rumah yang berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman yang kosong berserakan di meja, di lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur. Tumpahan bir berceceran di atas kasur yang sepreinya terseret entah ke mana. Bantal-bantal tak bersarung. Pintu yang tak pernah tertutup dan sejumlah manusia yang terus menerus mendengkur, bahkan seketika sandra pulang dari sekolah.”
“Lewat belakang, anak jadah, jangan ganggu tamu Mama!.” (hal. 1)
Kutipan diatas menunjukan bagaimana Sandra dapat menulis karangan tentang kebahagiaan keluarga, jika kehidupan sehari-hari yang Ia alami sama sekali tidak menunjukan kebahagiaan yang semestinya diciptakan dalam lingkungan keluarga. Keadaan rumah yang berantakan dengan benda-benda yang tidak seharusnya ia jumpai di masa anak-anak sehingga ia tidak mempunyai keluarga yang harmonis, hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan mental anak.
2. Alur
Alur atau plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahap-tahap peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.
Dalam cerpen “Pelajaran Mengarang” alur berjalan mundur dan kemudian maju kembali, satuan peristiwa dalam cerita tetap dapat dipahami karena adanya penanda waktu yang jelas serta keterangan-ketarangan penuturan pengarang yang mendukung. Dalam alur, ada peristiwa yang digambarkan secara umum sebagai lamunan atau imajinasi seorang gadis kecil tentang keluarga yang tak pernah ia miliki secara utuh. Ia terpaksa membayangkannya karena saat itu ia ditugasi gurunya untuk mengarang dengan tema keluarga. Dalam bayangan itulah alur terlihat mundur. Setelah berselang beberapa waktu, lamunan tersebut kembali ke keadaan nyata, dimana tokoh utama tersebut berada di dalam kelas untuk mengarang. Saat itulah alur terlihat maju kembali.
3. Latar
Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita dan dalam lakuan karya sastra. Berikut latar dalam cerpen Pelajara Mengarang.
a. Latar Tempat
· Kelas
“...Ingin rasanya Ia lari keluar dari kelas.” (hal. 1).
“...Ibu Guru Tati mondar-mandir di depan kelas.” (hal. 2).
“...Beberapa diantaranya sudah selesai dan setelah menyerahkan segera berlari keluar kelas.” (hal. 4).
· Rumah
“..Sandra mendapatkan gambaran sebuah rumah berantakan.” (hal. 1).
“..Ini titipan si Marti. Aku tak mungkin meninggalkanya sendri di rumah.” (hal. 2).
“..Di rumahnya sambil nonto RCTI, Ibu Guru Tati memeriksa pelajaran murid-muridnya.” (hal. 4).
·
Sekolah
“..Bahkan ketika Sandra pulang dari Sekolah.” (hal. 1).
·
Hotel
“..Sandra tahu, setiap kali pager ini menyebut nama hotel, nomer kamar dan sebuah jam pertemuan, Ibunya akan pulang terlambat,” (hal. 4).
·
Plaza
“..Setiap hari minggu, wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke plaza ini dan plaza itu.” (hal. 3).
· Ruang Depan
“..Di ruang depan, Ia muntah-muntah.” (hal. 3).
· Tempat Tidur atau Ranjang
“..Botol-botol beresakan di meja bahkan sampai ke tempat tidur.” (hal. 1).
“..Ia juga hanya berbisik malam itu, ketika dipindahkan di kolong ranjang.” (hal. 4).
“..Sandra tak akan pernah mendengar suara lenguhanya yang panjang maupun yang pendek di atas ranjang.” (hal. 4).\
b. Latar Waktu
· 60 menit “..Kalian punya waktu 60 menit.” (hal. 1)
· 10 menit “..Sepuluh menit segera berlalu.” (hal. 1)
· 15 menit “.. Lima belas menit telah berlalu.” (hal. 1)
· 20 menit “..Dua puluh menit telah berlalu.” (hal. 2)
· 30 menit “..Tiga puluh menit lewat tanpa permisi.” (hal. 2)
·
Malam
“..ia pernah terbangun malam-malam.” (hal 3)
“..Suatu malam wanita itu pulang merangkak karena mabuk.” (hal. 3).
“..Ia juga hanya berbisik malam itu, ketika terbangun karena dipindahkan ke kolong meja.” (hal. 4).
Hari Minggu
“..Setiap hari minggu wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke plaza ini atau plaza itu.” (hal. 3)
4. Tokoh dan Penokohan
Bu Guru Tati : Masih muda, belum berkeluarga, berkaca mata tebal. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan di bawah ini.
“ Dari balik kaca-matanya yang tebal, Ibu Guru Tati memandang 40 anak yang manis, yang masa depannya masih panjang, yang belum tahu kelak akan mengalami nasib macam apa”.
“Ibu Guru Tati yang belum berkeluarga memeriksa pekerjaan murid-muridnya”.
Sandra : berumur 10 tahun, masih sekolah kelas V, penurut kepada orang tua, sensitif. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan dibawah ini.
“Tapi Sandra, 10 Tahun, belum menulis sepatah kata pun di kertasnya. Ia memandang keluar jendela. Ada dahan bergetar ditiup angin kencang. Ingin rasanya ia lari keluar dari kelas, meninggalkan kenyataan yang sedang bermain di kepalanya. Kenyataan yang terpaksa diingatnya, karena Ibu Guru Tati menyuruhnya berpikir tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, “Liburan ke Rumah Nenek”, “Ibu”. Sandra memandang Ibu Guru Tati dengan benci”.
“. Sandra memandang Ibu Guru Tati dengan benci”.
“Anak-anak kelas V menulis dengan kepala hampir menyentuh meja”.
Marti (mama sandra) : pelacur, pemabuk, kurang perhatian, pemarah, bibir merah. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan di bawah ini.
“Diam, Anak Setan!” atau “Bukan urusanmu, Anak Jadah” atau “Sudah untung kamu ku kasih makan dan ku sekolahkan baik-baik. Jangan cerewet kamu, Anak Sialan!”
“Ketika berpikir tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, Sandra hanya mendapatkan gambaran sebuah rumah yang berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman yang kosong berserakan di meja, di lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur. Tumpahan bir berceceran diatas kasur yang spreinya terseret entah ke mana. Bantal-bantal tak bersarung. Pintu yang tak pernah tertutup dan sejumlah manusia yang terus menerus mendengkur, bahkan ketika Sandra pulang dari sekolah”.
“Suatu malam wanita itu pulang merangkak-rangkak karena mabuk. Di ruang depan ia muntah-muntah dan tergelatak tidak bisa bangun lagi. Sandra mengepel muntahan-muntahan itu tanpa bertanya-tanya. Wanita yang dikenalnya sebagai ibunya itu sudah biasa pulang dalam keadaan mabuk”.
“. Maka, berkelebatan di benak Sandra bibir merah yang terus menerus mengeluaran asap, mulut yang selalu berbau minuman keras, mata yang kuyu, wajah yang pucat, dan pager …”.
Mami (seseorang yang dianggap nenek oleh sandra) : Sudah tua, pemarah. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan di bawah ini.
“dengan “Liburan ke Rumah Nenek” dan yang masuk kedalam benaknya adalah gambar seorang wanita yang sedang berdandan dimuka cermin. Seorang wanita dengan wajah penuh kerut yang merias dirinya dengan sapuan warna yang serba tebal. Merah itu sangat tebal pada pipinya. Hitam itu sangat tebal pada alisnya. Dan wangi itu sangat memabukkan Sandra.
“Jangan Rewel Anak Setan! Nanti kamu kuajak ke tempatku kerja, tapi awas, ya? Kamu tidak usah ceritakan apa yang kamu lihat pada siapa-siapa, ngerti? Awas!” Wanita itu sudah tua dan menyebalkan. Sandra tak pernah tahu siapa dia. Ibunya memang memanggilnya Mami. Tapi semua orang didengarnya memanggil dia Mami juga. Apakah anaknya begitu banyak? Ibunya sering menitipkan Sandra pada Mami itu kalau keluar kota berhari-hari entah ke mana”.
5. Amanat
Amanat yang terkandung dalam cerpen Pelajaran Mengarang adalah bagaimana kita seharusnya bisa merawat anak dengan baik, kalau memang Orang Tua itu sudah terlanjur masuk ke dalam dunia yang tidak baik tetapi Orang Tua itu akan berfikir jangan sampai anak kita juga bernasib sama seperti Orang Tuanya. Memang Tekanan batin sangat dialami oleh Sandra tetapi seburuk-buruknya seorang Ibu dia tetaplah Ibu kita yang menyayangi kita dan melahrikan kita. Sikap yang ditunjukan Sandra adalah selalu patuh terhadap Ibunya walaupun tidak dipungkiri Ia sering mendapatkan kata-kata dan juga perlakuan kasar dari Ibunya.
Banyak nilai moral yang harus di petik dalam cerpen ini, seperti :
“...Berjanjilah pada Mama, kamu akan jadi wanita baik-baik.” (hal. 3).
dalam kutipan ini Mama Sandra menyuruh Sandra agar menjadi wanita yang baik yang tidak seperti Mamanya karena Mamanya tidak ingin kelak Sandra menjadi seperti dirinya, yang hidup di kehidupan malam yang penuh dengan musik-musik keras dan selalu di tonton dengan berjuta pasang mata lelaki.
Nah, mungkin itu saja yang bisa saya tulis dalam kesempatan kali ini. Jika ada kritik, saran atau keluhan silahkan tulis di kolom komentar.
Terima kasih untuk situs-situs referensi:
Kalau dari sudut pandang itu, sudut pandang orang ke berapa ya kak?
BalasHapus