Pembunuh Sri Baginda - Azi Satria | Cerpen

Pembunuh Sri Baginda



Oleh : Azi Satria


Cerpen ini bisa anda baca bersamaan dengan kisah Kabut dan Jam Pasir.


“Dimana keris yang kemarin kau bawa dari Mpu Sarto?!”

Baginda marah besar, dia mengacak semua barang yang ada dalam lemari kayu berukir naga itu. Matanya melotot seperti hendak menerkam Senopati Lajang. Dengan gemetar Senopati Lajang—yang masih memakai zirah besi lengkap itu menanggalkan headset yang memutarkan musik folk di telinganya, kemudian menjawab lirih

“Mahapatih Wasdi..”

Sri Baginda melotot.

*

“Mau kau gunakan untuk apa keris itu?” tanya Sriwati, selir Mahapatih Wasdi.

Mahapatih Wasdi mengelus keris tujuh luk itu, dirasakannya hawa aneh yang membuatnya bergidik ngeri seketika. Matanya menatap setiap lekukan tubuh keris—dan pandangan itu sama saat ia memandang tubuh Sriwati pada malam pertama ia datang ke kediamannya.

“Akan kugunakan sebagai jimat!”

“Buat apa? Kau kan setiap judi menang terus.”

“Jangan banyak bicara, nanti kuhunus keris ini ke lehermu.”

*

“Ada minum apa saja, Mbok?” tanya Sarwija, lelaki yang juga prajurit kerajaan.
Mbok Murni, pemilik kedai sibuk mencari botol-botol minuman diantara jamu beras kencur dan sari rapet. Kemudian dengan agak susah payah diraihnya sebotol vodka berisi satu liter.

“Hanya ada vodka. Minuman lain habis, tadi pagi Mahapatih memborongnya.” Jawab Mbok Murni.

“Buat apa?”

“Tanya padaku..”

“Beri aku lima shots.”

*

“Hei.. hei..”

“Apa?”

“Mau tahu sesuatu nggak?”

“Apa lagi?”

“Kau mau lihat isi kepalaku?”

“Mau!”

“Nih!”

*

Rembulan tampak merah seperti habis direndam dalam gincu, sedangkan pepohonan lebih mirip seperti lego yang disusun sedemikian rupa, di kejauhan derap kuda terdengar seperti auman serigala. Jalan yang lurus tampak bergelombang, dan masih banyak penglihatan gila yang disaksikan Sarwija saat ia pergi dari kedai Mbok Murni.

“Sarwija…”

Terdengar suara bisikan lirih di telinga kanannya. Ketika prajurit kerajaan itu menoleh, ia tak melihat apa-apa.

“Siapa?” teriak Sarwija di kegelapan malam.

“Aku Dewi Penguasa Hutan..”

Mosok?”

He-em

Sarwija bergidik. Dia melihat ke kanan-kirinya hanya ada pepohonan dan semak belukar yang terselimuti kegelapan. Dia sama sekali tak melihat satu sosok pun di tempat itu. Tiba-tiba dia ingat kalau ini adalah malam purnama.

“Apa yang kau mau?” tanya Sarwija.

“Bunuh raja.”

“Gila!”

“Kau tak takut padaku? Aku penguasa hutan disini.”

Sarwija manggut-manggut.

“Kau takkan dihukum, kau hanya perlu menikam raja dengan keris ini.”
Kemudian keris tujuh luk jatuh ke hadapannya, sehingga membuat Sarwija terkencing-kencing.

*

“Kerisku mana?”

Sriwati menggeleng.

*

“Hei!”

“Apa?”

“Sudah lihat isi kepalaku?”

“Sudah!”

“Bagus kan?”

“Aku bingung.”

“Pantas, itu kepalaku. Kau hanya memahami segala yang ada di dalam tempurung kepalamu.”

“Kalau kau.. kau mau lihat isi kepalaku?”

“Boleh..”

*
Di antara dedaunan di kegelapan malam, dua sosok tertawa cekikikan.

“Mampus! Kita kerjain.” Kata seorang dengan suara cempreng.

“Sudah kubilang juga apa. Orang mabok mudah ditipu.”

“Ya sudah, pulang yuk. Nanti ketahuan.”

Masih cekikikan, kedua sosok itu bergerak dari semak belukar menuju ke arah perkampungan.

*

Di hadapan para pemabuk, Sarwija bercerita dengan bangga.

“Tadi malam aku bermimpi membunuh raja dengan keris tujuh luk, dan ternyata benar! Raja terbunuh!”

Para pemabuk walau kurang paham akhirnya mengangguk pelan.

“Tapi bukan kau kan yang membunuhnya?” tanya Mbok Murni.

“Hahaha.. Aku kan tadi malam mabuk-mabukan disini, Mbok. Lagipula tes DNA menunjukkan Sri Baginda dibunuh oleh Mahapatihnya sendiri.” Jawab Sarwija.

“Wah.. Hebat sekali kau! Mungkin kau benar-benar dapat bisikan dari roh hutan!” teriak pemabuk di ujung meja.

“Mari bersulang!”

*

“Isi kepalamu bau!”

“Itu karena kamu menciumnya pakai hidung kamu sendiri. Mau pinjam hidungku?”

“Boleh!”



Ciamis
9/6/17

2:09 AM

Komentar

Postingan Populer