Basa Basi #11 : Antisipasi Penyakit Mental
Senja,
Saya kembali menikmati segelas kopi dengan alunan musik
reggae
Senja yang cerah memang terlalu indah kalau harus digantikan
oleh kelamnya malam. Tapi, hal itu yang membuat senja menjadi istimewa dan
menawan—hal yang sama yang membuat Seno tergila-gila dengan senja dan membuat
banyak sekali anak bangsa begitu tertarik dengan keindahan senja lewat tulisan.
Saya menyukai senja sebagaimana saya menyukai kopi, keduanya
tercipta untuk menuntaskan hasrat manusia dan menyehatkan mental manusia. Saya pernah
mengalami titik dimana pikiran saya begitu gelisahnya, hati terasa sesak, dan
masih banyak hal yang mengganggu dalam diri.
Satu-satunya hal yang bisa saya lakukan untuk menyehatkan
mental saya adalah membuat pikiran saya menjadi lebih tenang. Hal itu pula yang
mengenalkan saya dengan kopi. Karena setiap hari saya lalui terasa berat—walau kadang
begitu ringannya—maka saya minum kopi setiap hari agar mental saya pulih
seperti sedia kala.
Orang yang tak bisa menjaga pikiran dan mental mereka akan
stress tak tertolong, oleh karena itu manusia mencari cara agar pikiran mereka
tenang. Banyak kawan wanita jalan-jalan kesana kemari tiap senja tiba atau
mendengarkan musik mellow untuk mengatasi drop mentalnya. Bapak dan kakak saya
merokok setiap hari untuk mencegah timbulnya stress berlebihan.
Banyak orang ngelmu, kesana-kemari membaca mantra yang
begitu rumit nan panjang, setiap malam duduk bersila di bawah pohon akasia,
setiap pagi harus menceburkan diri ke dalam sungai. Orang-orang seperti ini
rata-rata stress karena mental mereka tertekan terus tanpa ada hal yang bisa
mengatasi dan mengobati pikiran mereka.
Bayangkan saja, seorang manusia ngelmu empat puluh hari
empat puluh malam mengurung diri di dalam goa, tak merasakan indahnya senja,
tak merasakan hisapan demi hisapan rokok, tak merasakan seteguk kopi, apalagi
sekaleng bir. Pikiran mereka tertekan, terkuras sampai habis, kalau dalam
kegiatan fisik, seperti lari kesana-kemari tanpa berhenti, yang ada kondisi
drop karena fisik kekurangan makanan. Pikiran pun perlu makanan, jangan dikira
mencari ilmu terus itu gampang.
Manusia itu perlu bersenang-senang, jangan dikira manusia
itu harus kerja setiap hari tanpa kenal lelah untuk menghidupi keluarga. Manusia
perlu bersenang-senang agar pikirannya tetap sehat, apapun itu bentuknya
asalkan hati menjadi tentram.
*
Minggu-minggu ini makin banyak tugas yang menumpuk. Beberapa
orang teman tampak tertekan dengan keadaan ini, banyak yang mengeluh gara-gara
tugas yang terlalu banyak dan mereka harus datang pagi pulang sore. Sedangkan saya
tak terlalu risau, toh pikiran saya masih bisa tentram.
Saya sendiri biasa menenangkan pikiran setiap hari, karena
saya tak ingin risau sedikit pun, oleh apapun yang bisa mengganggu kesehatan
pikiran saya. Guru saya pernah bilang, manusia perlu bersyukur. Untuk itu, saya
sering membuat jadwal untuk melakukan jalan-jalan sekali seminggu.
Pulang sekolah, datang ke rumah, meneguk secangkir kopi
sambil menikmati senja di luar rumah, kadang saya memutar musik santai
keras-keras. Malamnya, minum kopi kembali, membaca beberapa novel untuk
menyegarkan pikiran, kadang juga duduk di luar rumah, menikmati angin malam,
kadang juga bermain video game.
Di akhir minggu alias weekend,
saya selalu melakukan hal yang hampir sama. Malam minggu begadang sampai subuh,
membaca novel-novel klasik—dan dalam minggu ini, saya sudah menamatkan dua buah
novel yakni Atheis dan Tuyet—hingga pukul 12, kemudian menonton film di laptop
sampai pukul 3 atau 5 pagi.
Saya kembali bangun pukul 9—entah kenapa, selalu pukul 9
pagi saya terbangun, tak peduli waktu tidur—dan melakukan hal yang sama setiap
sabtu. Menyeduh kopi, duduk-duduk sambil membereskan kamar, kadang ada beberapa
kawan datang ke rumah untuk sekedar berbincang atau mengajak pergi ke warnet
atau rental PS.
Senja hari sabtu tiba, biasanya saya pergi ke tempat-tempat
yang bisa membuat hati tentram. Mencari spot pemandangan indah di atas bukit,
makan-makan bersama kawan seperjuangan, atau sekedar menakut-nakuti burung
dengan senapan angin ke kebun belakang rumah.
Malam minggu, sama seperti malam sabtu, hanya saja kadang
saya tak tidur sampai esok tiba. Hari minggu, main-main dengan kawan ke sebuah
tempat, membaca novel, atau bermain game. Sorenya, sengaja pergi ke pengajian
agar ilmu yang saya pelajari bisa seimbang—walau kadang saya berpikir jika
agama dan filsafat begitu bertentangan.
Malam senin, saya kecapean hingga tidur pukul 8 dan bangun
jam 5 pagi, siap untuk menghadapi minggu yang sibuk, dimana saya harus kembali
berurusan dengan kertas-kertas, dengan tinta, dengan seragam. Kembali menyerap
ilmu, kembali berinteraksi dengan kawan-kawan, kembali pula mengurusi tugas
yang menggunung.
Intinya, saya jarang sekali kecapean karena memang saya nggak bikin ribet dalam kehidupan ini,
semuanya mesti berjalan normal. Saya mencontoh banyak orang di dunia ini, semua
orang yang hidupnya bahagia, tak pernah memendam kegelisahan sebegitu besarnya.
Ketika saya ingin teriak, saya teriak, ketika saya benci seseorang, saya bilang
benci, ketika saya suka seseorang, saya bilang
suka.
Saya orang yang blak-blakan walau kadang saya sering memakai
metafora untuk menggambarkan hal yang saya benci agar tak menimbulkan reaksi
berlebihan. Sebut saja ketika kasus Ahok, saya memposting belasan status
facebook yang menyatakan kalau saya benci suatu pihak, walau saya jadi dibenci
beberapa pihak, itu tak masalah, karena saya lahir bukan untuk menyenangkan
orang lain.
Ketika kasus Habib Rizieq yang konon beliau tak mau lagi
pulang sebelum kasusnya ditutup itu booming, saya tak segan untuk bicara. Ketika
kasus mayoritas yang menekan minoritas marak terjadi, hingga diskriminasi ras
pada awal tahun 2017 lalu, saya langsung menulis cerpen dan opini. Intinya,
saya nggak memendam hal yang
meresahkan pikiran saya.
Saya pernah mendengar sebuah kutipan, tak ada orang jujur
yang tak mempunyai musuh. Sejak dulu saya diajarkan untuk menjaga pendirian
sekaligus harga diri, banyak guru-guru yang bilang hal itu, mereka bilang
jangan terpengaruh oleh orang lain, jadi diri sendiri itu penting.
*
Jujur, dalam keseharian saya bukan seorang yang terlihat
ramah atau friendly karena memang
saya bicara seperlunya pada mereka yang menurut saya kurang bisa diajak bicara.
Tapi kepada yang sudah akrab, saya sering bicara banyak hal.
Tapi yah—karena saya hanya bisa antusias terhadap mereka
yang menyukai topik yang sama, maka saya jarang bersama anak-anak otomotif atau
olahraga. Kecuali bersama anak-anak tukang nonton film, anak-anak perpustakaan
yang katanya culun, hingga anak-anak jurusan sebelah yang bisa saya ajak
berbincang tentang minuman.
Saya juga suka lagu folk, oleh karena itu banyak kawan
wanita dalam kehidupan saya. Banyak sekali anak-anak wanita yang sudah akrab
sejak dahulu karena mempunyai ketertarikan yang sama. Walau saya tak bisa
memahami wanita, tapi saya bisa tahu ada sisi dimana mereka merupakan mahluk
Tuhan yang mampu bicara banyak hal.
Dalam perjalanan kehidupan saya, saya tak pernah mengecap
hal ini benar atau salah, saya hanya mengecap suatu hal bermanfaat atau
tidaknya. Oleh karena itu, banyak hal yang tampaknya bertentangan yang saya
pahami.
Saya suka banyak hal, hal-hal yang disebut salah dan benar
oleh orang. Saya ingin menulis tentang kasta manusia yang disebut ‘bajingan’,
oleh karena itu saya menerima segala bentuk pengetahuan tentang hal-hal ‘kelam’
seperti minuman keras, narkoba, atau prostitusi, bahkan perjudian. Tapi saya
juga seorang yang tertarik dengan moral, oleh karena itu saya belajar agama dan
memiliki ketertarikan ketika agama menerangkan tentang moral dan etika.
Pernah saya meminjam buku bahaya narkoba sampai empat buku
untuk melihat-lihat efek dari heroin, kokain atau marijuana. Kemudian, saya
pernah menonton beberapa film dan novel tentang kehidupan wanita malam. Saya juga
punya beberapa teman akrab yang hobi minum-minum sehingga saya bisa mengetahui
tentang hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan minuman, mulai dari sekelas ciu
literan hingga tequila atau Balkan vodka.
Semua saya lakukan semi satu hal : pengetahuan itu tiada
batasnya!
*
Tak ada pengetahuan yang salah di dunia ini, semua
tergantung bagaimana kita memanfaatkannya. Banyak orang bilang filsafat itu
haram, padahal sebenarnya filsafat adalah nama untuk ilmu berpikir, ilmu
kritis, sedangkan tanpa kritis, kapan kita mau maju?
Oleh karena standar-standar seperti itu saya rasa kurang
tepat, maka saya sekarang tak
mempermasalahkan apakah hal ini salah atau benar,
saya menilai sesuatu apakah itu bermanfaat bagi semesta dan manusia atau tidak.
Beberapa golongan manusia bilang kalau perang itu bermanfaat
dan dianjurkan, tapi saya tak berpikir demikian. Perang menimbulkan luka dan
melukai semesta, banyak lahan hancur, banyak masyarakat sipil yang akan
tersakiti, nyawa melaayang hanya gara-gara politik. Oleh karena lebih banyak
susahnya daripada manfaatnya, maka saya bilang perang tak bermanfaat.
Sebenarnya apa yang saya yakini tak jauh beda dengan
pemahaman orang-orang soal benar-salah, tapi ada beberapa hal kecil yang
dipisahkan agama, etika, dan budaya yang tak saya amini. Percuma kalau kita
bilang membunuh itu benar kalau nyatanya banyak orang yang ujung napasnya
berada di ujung pedangmu.
Dan saya mohon, jangan anggap tulisan saya ini benar, karena
benar-salah tergantung pribadi masing-masing yang tentu pemahamannya berbeda-beda.
Saya sendiri bukan seseorang yang ingin dianggap benar. Kita semua takkan
pernah tahu kebenaran yang sejati di dunia ini.
Well—sekian basa-basi ini, cari saja manfaatnya, tapi kalau
dirasa tak ada manfaatnya, tak perlu dihapalkan atau dimasukkan ke dalam hati,
cukup jadikan pengetahuan semata. Ini adalah opini saya pribadi. Para pembaca
juga perlu untuk beropini, bisa lewat seni, sastra, atau hal-hal lainnya.
mengungkapkan pikiran itu buka hal yang salah, hal yang salah adalah tak berani
berpikir.
Selamat menikmati senja
Walau ia sekarat ditikam malam
Komentar
Posting Komentar