Basa Basi #19 : Dari Musik hingga Hoax
Senja menyapa
Jum’at ini beruntung sekali
bisa berada di rumah lebih siang, ada waktu untuk menuliskan sedikit kata-kata.
Seperti biasanya, segelas kopi hitam dengan alunan musik. Sudah lama rasanya
saya tidak menulis, sehingga terasa kaku jari-jari tangan menari di atas
keyboard.
Basa-basi kali ini akan
benar-benar basa-basi.
Musik, Internet dan Kemajuan
Zaman
Untuk saat ini, mendengarkan
musik tidak harus repot-repot pergi mencari cd bajakan, mendownload satu-satu
lagu lewat internet dan memenuhi kapasitas penyimpanan. Kini tersedia banyak
sekali layanan streaming musik di
internet, baik itu di telepon genggam atau komputer. Hal yang dulu sempat
diragukan karena buat apa streaming? Buang-buang kuota internet?
Nyatanya sekarang toh digemari juga, karena memang zaman
sekarang, ruang penyimpanan penuh sesak oleh aplikasi-aplikasi yang ukurannya
semakin besar, beratus-ratus mb. Jadi lebih efisien streaming musik di internet.
Bahkan bukan cuma cara
mendengarkan musik saja yang berganti menjadi lebih ‘digital’, sekarang
lagu-lagu pun dipenuhi efek-efek elektronik dan komputer. Banyak orang bahkan
berkomentar jika musik zaman sekarang bukan musik yang sebenarnya, seperti Alan
Walker, Marshmellow, dan yang lainnya. Karena memang kebanyakan tidak memakai instrument
musik sebenarnya, tetapi lewat program komputer untuk menciptakan sebuah lagu.
Walau anggapan musik sekarang
tidak ada rasanya itu tidak sepenuhnya benar, karena tren musik akan terus
berubah seiring berjalannya waktu. Saya sendiri tidak masalah, asalkan musiknya
nyaman di telinga, atau liriknya memiliki arti yang betul-betul bermakna. Tidak
cuma kata-kata kotor yang sekarang telah mewabah di musik Indonesia—kebanyakan memang
musik rap—semacam “Fck” “B!tch” yang sebenarnya tidak membuat keren, malah
terkesan kampungan dan norak.
Indonesia bukan terletak di
Eropa atau Amerika, jadi filter kata-kata dalam bermusik tentunya diperlukan. Di
Indonesia, salah kata saja bisa dipenjarakan, bahkan kamu bilang anjing ke
anjing betulan saja bisa dipidanakan kalau ada yang mendengar dan ia tak enak
karena merasa dirinya anjing. Jadi, di Indonesia harus berhati-hati, karena
sedikit meracik kata-kata saja bisa viral, bisa booming, bisa didemo, atau bisa
diboikot dan diasingkan.
Bukan berarti Indonesia
melarang kebebasan berpendapat, namun masyarakatnya itu sendiri yang sumbu
pendek dan nggak tahan disenggol. Bahkan,
dalam debat saja kalau kalah berargumen dia bisa-bisa nangis, kemudian lapor polisi bilang dikriminalisasi. Begitulah Indonesia,
dimana kita harus jaga sikap, jaga perkataan dan jaga perasaan. Walau baperan memang sudah jadi ciri, nyindir
yang mana yang marah yang mana.
*
Hoax, Keyboard Warrior dan
Sumbu Pendek
Ketiga hal diatas memang
menjadi hal yang umum di Indonesia akhir-akhir ini. Hoax sendiri berarti berita
bohong atau berita yang kebenarannya belum pasti, semacam kabar burung yang beredar
di internet. Sedangkan Keyboard warrior
bisa kita temukan di dalam grup-grup debat kusir di sosial media, keyboard warrior ini orang-orang yang
mati-matian membela info yang belum tentu benar karena info itu berhubungan
dengannya, misalnya agama, suku, ras, atau hal lainnya. Terakhir sumbu pendek,
sumbu pendek sendiri bisa diartikan sebagai seseorang yang gampang meledak,
gampang emosian dan baperan, orang-orang
macam ini biasanya orang yang baru kenal internet, kemudian merasa
idolanya dihina atau merasa disindir dia langsung marah-marah nggak jelas, bisa ditemukan di grup-grup
agama yang berisi debat kusir atau di grup-grup politik.
Ketiga hal ini sudah menjadi
langganan saya ketika membuka sosial media, hal yang juga mengakibatkan saya
menutup akun facebook—karena memang saya tak tahan dengan orang-orang gemesin ini—dan menjadi seorang yang
bungkam diam. Ketiga hal di atas ada hubungannya, tentu saja. Contohnya sebagai
berikut :
Ada seorang yang menyebarkan
info hoax di grup facebook, dengan judul ‘Ini tiga bahaya kopi! Nomor lima
bikin kaget!’ (hoax). Kemudian ada seorang penikmat kopi datang ke postingan
tersebut dan berkomentar kalau kopi bisa menyembuhkan penyakit siput gila,
padahal info itu sama ngawurnya dan
belum jelas benar atau tidak (keyboard
warrior), kemudian yang kontra membalas dengan argument-argumen logis. Karena
kehabisan argument dan terpojokkan, si penikmat kopi lapor ke polisi dengan
laporan Penistaan kopi dan kriminalisasi coffee-lovers
(sumbu pendek).
Negara memang menjamin
masyarakatnya bebas berekspresi dan berpendapat, namun juga bebas melaporkan
jika seseorang merasa tersinggung atau tak enak hati. Makanya saya ogah main facebook, karena selain isinya
kebanyakan postingan-postingan tidak jelas dari akun palsu, orang-orangnya juga
baperan. Sudah banyak sekali orang yang terjerat hukum hanya gara-gara tetangga
sebelah kirinya merasa tersinggung karena ia memposting kritikan kalau tetangganya
suka pulang malam, padahal yang ia maksud tetangga sebelah kanan.
Banyak juga orang yang merasa
dikriminalisasi padahal ia sendiri yang berbuat kesalahan. Seorang maling sandal
ditangkap polisi, kemudian dia marah-marah, ketika ditanya kenapa, dia bilang
kalau yang salah adalah pemiliknya, kenapa sandalnya ditinggal begitu saja di
luar rumah. Karena argumennya tampak logis dan si maling sandal merupakan
pemilik kedai kopi, maka para pelanggan kopinya rame-rame mendukungnya berharap
dapat kopi gratis untuk satu malam.
Jadi apa yang sebenarnya
unggul dalam kehidupan masyarakat kita? Teknik bicara, perombakan kata-kata,
dan social engineering. Jika ditanya
orang mana yang paling pandai bicara dan mempengaruhi orang lain, saya takkan
menunjuk Nietzsche dan orang-orang Jerman yang mempengaruhi filsuf-filsuf
postmodern, tapi orang Indonesia yang dengan pandainya bisa mempraktekkan social engineering, merubah suatu teks dan membelokkan maksudnya tanpa ada yang tahu.
Jika ada seorang anak mencuri
mangga dari pohon tetangganya, maka berita yang beredar kurang lebih seperti
ini ‘Anak ini mencuri mangga neneknya sendiri, durhaka!’ kemudian tersebar lagi
dengan judul yang berbeda ‘Anak ini mencuri mangga dari seorang pemuka agama, kayu
bakar neraka!’ dan terus berlanjut hingga judulnya tak karuan ‘Seorang anak
menghina agama! Dia mencuri mangga dari depan rumah ibadah!’
Ini yang saya maksud pintarnya
orang Indonesia, karena berita kecil saja bergaung dari kiri ke kanan bisa
menjadi sesuatu yang besar. Bahkan seorang yang pandai merangkai kata saja bisa
dijadikan panutan, walau kelakuannya jauh dari kata-katanya. Terlebih,
masyarakat memang suka hal-hal berbau agama seperti halnya mereka suka belanja
ke pasar, ketika ada hal-hal berbau agama, lihat komentar di facebook, ada
berita hoax mereka aminkan, ada ujaran kebencian mereka aminkan.
Karena hal inilah Indonesia
menjadi surga bagi mereka yang bisa menguasai mulut lebih dari ototnya, makanya
bagi yang bisa merangkai kata, Indonesia merupakan taman bermain.
Karena kritik tanpa solusi
seringkali disalahkan oleh guru saya, maka saya akan memberikan solusi. Caranya
dengan memperhatikan keabsahan berita yang ada di internet, kedua, perhatikan
siapa yang memposting, kalau akunnya terkesan palsu, abaikan. Ketiga, perlu
waktu.
Ya, perlu waktu bagi
masyarakat Indonesia untuk bisa berinternet secara sehat, secara sadar, dan
secara logis. Jangan pernah terpancing untuk berkomentar di postingan-postingan
berbau rasisme, misalnya ada berita yang memojokkan suatu ras, jangan pernah
berkomentar, begitu pula dengan agama, tak usah berkomentar jika isinya berisi
hasutan, kecuali postingan agama yang benar-benar tujuannya mendidik dan tidak
ada unsur menjelekkan agama lain.
Kenapa saya bilang begitu?
Silahkan cek berita-berita
berikut (dari sumber yang bisa dipercaya) :
--
Bijak-bijaklah dalam
berkomentar di sosial media, karena kalaupun anda berkomentar benar, tapi ada
orang yang baperan dan tersinggung, bisa saja anda masuk penjara dengan alasan
sepele namun dibesar-besarkan.
*
Dalam keadaan sekarang ini,
hanya ada dua pilihan untuk bisa ‘bertahan hidup’ yakni menjadi dalang atau
menjadi penonton pentasnya. Jangan mau digerakkan oleh tangan-tangan yang
bahkan tak bisa dilihat, jangan mau diadu domba oleh sosok dibelakang
bayang-bayang. Jangan mau jadi wayang, karena sekuat apapun Bima, sebijak
apapun Yudhistira, yang akan penonton beri tepuk tangan adalah dalang yang
berada di belakang layar.
Lagipula, kisah wayang mana
yang tak ada pertumpahan darah?
Barathayudha? Perang yang
memakan jutaan jiwa sebagai tumbal. Kisah romansa Rama dan Shinta yang berakhir
dengan tersiksanya Rahwana terjepit gunung jelmaan anaknya Sondara-Sondari.
Untuk itu, penting jadi diri
sendiri di zaman dimana pagelaran wayang menjelma jadi pentas politik atau
menjadi drama skala negara, karena kita punya pendirian sendiri, punya
pemikiran sendiri, punya logika yang bisa dipakai berjalan tertatih dibanding
mencampakkan logika dan akal sehat kemudian menggadaikan pendirian agar bisa
duduk nyaman menunggang kuda.
Dalam kisah pewayangan, Dorna
merupakan seorang resi, titisan dewa ahli agama yang taat, tapi kerjaannya
hanya menghasut dan mengadu domba, bahkan setelah ia dianggap sebagai guru
besar yang bijak, dia hobinya hanya satu : menghasut para Pandawa menuju
kehancuran. Jadi, jangan terlalu percaya dengan orang yang terlihat bijak,
suci, atau terlihat titisan Dewa.
*
Di akhir tulisan, seperti
biasa saya akan meminta maaf apabila tulisan saya membuat tersinggung, membuat
amarah memuncak, membuat gelisah atau menjadikan anda merasa terancam. Karena ini
murni opini pribadi, apa yang saya tuliskan merupakan refleksi dari relita yang
berada di sekitar saya, yang tenggelam bersama senja, memercik dari korek api
dan dari hembusan asap rokok yang bercampur asap knalpot.
Tulisan ini tidak benar secara
mutlak, dan juga tidak salah. karena benar-salah tergantung dari sudut mana
kita memandang. Jika ada yang baiknya silahkan diambil, yang buruknya tidak
usah dibawa-bawa karena hanya akan membawa malapetaka.
Jangan pernah merasa tulisan
saya benar, gunakan logika dan pemikiran anda sendiri, karena kita tidak
tercipta untuk sama dalam segala hal. Anda berbeda artinya anda telah menjadi
diri anda sendiri, karena pada hakikatnya manusia bukan mahluk kloningan. Selamat
untuk anda yang berbeda, untuk anda yang telah mantap dengan tujuan hidup,
dengan pikiran anda sendiri.
Lembayung senja memudar,
tampak seperti garis oranye kekuningan di langit.
Kopi habis, ampasnya membisu
kaku.


Komentar
Posting Komentar