Review The Holy Mountain (1973) : Apa Makna Kehidupan ?
Beberapa bulan yang lalu (atau mungkin setahun) saya
menonton satu film yang menjadi titik awal saya menyukai film-film genre
surrealis. Judulnya The Holy Mountain, pertama tayang di layar lebar tahun
1973, disutradarai, diperankan sekaligus ceritanya ditulis oleh satu orang
paling gila di muka bumi, Alejandro Jodorowsky. Jika kita membuka laman The
Holy Mountain di situs penyimpanan data film terbesar dunia, IMDb, kita bisa
membaca sinopsisnya kira-kira seperti ini :
A Christlike figure wanders through
bizarre, grotesque scenarios filled with religious and sacrilegious imagery. He
meets a mystical guide who introduces him to seven wealthy and powerful people,
each representing a planet in the Solar system. These seven, along with the
protagonist, the guide and the guide's assistant, divest themselves of their
worldly goods and form a group of nine who will seek the Holy Mountain, in
order to displace the gods who live there and become immortal. (IMDb)
Sekilas tampak seperti film fiksi-fantasi
berbalut keagamaan dan spiritual-spirituil disana-sini. Tapi nyatanya film ini
lebih susah ditelan daripada sepuluh butir obat. Di awal film ini diputar
penonton sudah disuguhi adegan tak lazim, berbau mistis cukup aneh. Dalam sebuah
ruangan, dua orang wanita duduk bersila, sementara di depannya Alejandro
Jodorowsky memerankan dirinya sebagai seorang pembaptis (atau mungkin semacam
tetua dalam ritual) yang kemudian mencukur dua wanita di depannya hingga kepala
dua wanita itu botak plontos.
![]() |
Adegan Pembuka awal film. |
Tentunya dengan
disuguhi awal yang aneh, tanpa dialog, dan memiliki musik yang sangat
mengganggu, penoton akan mulai bertanya “Ini film apa?”
Jika kita
mulai masuk pada alur cerita yang sama sekali tidak rapi, tidak jelas, tanpa
dialog tokoh utama, dan serba abstrak maka kita akan menemukan seorang tokoh
utama berpenampilan bak Yesus. Bahkan dalam beberapa scene tokoh utama ini ‘dicampakkan’ ke dalam tumpukan patung Yesus.
Si tokoh utama ini hidup mengembara, bersama dengan seorang kawan yang
disabilitas, dan sepanjang film penonton pun akan bertemu dengan orang-orang
disabilitas.
Ini juga yang
membuat saya heran, karena dalam setiap film Jodorowsky, pasti selalu ada tokoh
disabilitas yang ditampilkan, apalagi dalam film El Topo (1970) yang cukup
kentara terlihat. Mungkin ada pesan-pesan tertentu yang hendak disampaikan oleh
Jodorowsky, tapi sayang sekali saya kesulitan untuk menangkap makna apa yang ia
suguhkan.
Ada
adegan dimana si tokoh utama diikuti oleh para wanita tuna susila (tampaknya)
berpakaian minim, lenggak-lenggok menggoda. Tapi diantara wanita-wanita itu terdapat
seorang gadis kecil, entah berusia sepuluh tahun atau lebih muda, tampak dicium
oleh seorang pria tua yang memberikan bola matanya kepada si gadis kecil. Dari logika
asal terka saya, mungkin ini menggambarkan jika eksploitasi wanita bukan hanya
menyasar perempuan-perempuan dewasa, tapi anak-anak kecil turut dilibatkan
dalam perdagangan manusia.
Anak kecil mulai dilibatkan dalam prostitusi terselubung? |
Lanjut
kepada inti cerita, si tokoh utama ini kemudian naik ke sebuah gedung, bertemu
dengan seorang lelaki yang ada di awal scene. Lelaki ini kemudian mengubah
feses si tokoh utama menjadi emas. Sialan. Atau mungkin adegan ini hendak
menyindir, bahwa di dunia kita yang carut marut ini kotoran dihargai bak emas? Mungkin
Jodorowsky hendak berkata, jika manusia sudah buta mata buta pikiran untuk
menganggap kotoran adalah sebatang emas yang berharga.
![]() |
Ataukah ini melambangkan organisasi rahasia yang dikendalikan para pemimpin? |
Adegan
dilanjutkan dengan si tokoh misterius mengenalkan tujuh orang sakti dan kaya
yang mempunyai keahliannya masing-masing. Mulai dari sang komandan yang gila
hormat gila disiplin, hingga seorang perakit senjata yang membuat bermacam
senjata dengan ciri agama. Dalam pembuatan senjata berbasis agama ini, seolah
Jodorowsky berkata jika di zaman sekarang, agama seringkali dijadikan senjata,
diangkat dan dijadikan dalih untuk membunuh.
Setelah
pertemuan dengan tujuh orang sakti itu beres, si tokoh utama kemudian pergi
dengan ketujuh orang itu ke sebuah gunung suci, dimana mereka akan mendapatkan keabadian.
Mereka berjalan melewati berbagai rintangan yang juga penuh makna filosofis,
yang akhirnya mereka semua berkumpul (bersama dengan Jodorowsky si pria
misterius di gunung).
Di
gunung itulah Jodorowsky berkata pada kedelapan orang yang hadir,
“Apa
ini akhir perjalanan kita? Tidak ada yang memiliki akhir. Kita mencari
keabadian untuk bisa menyerupai Dewa, tapi kita disini hanyalah manusia biasa. Tapi
walaupun kita tidak bisa mendapatkan keabadian, kita mendapatkan realitas. Ini
sebuah film, jauhkanlah kameranya..”
Kemudian
kamera zoom-out, terlihat banyak kru film diantara mereka bersembilan.
Para
kru berkemas dan pergi, kesembilan orang itu juga bubar meninggalkan tempat. Sebuah
akhir yang wtf?!!
*
Jadi
pada film ini, saya bisa menangkap makna, bahwa apapun yang kita kejar, apa
yang kita perjuangkan, kita harus ingat pada kemampuan diri sendiri, ingat apa
yang kita miliki. Dan seperti yang disebutkan Jodorowsky, kalaupun apa yang
kita kejar tidak berhasil ditangkap, pelajari prosesnya, karena sejatinya kita
menjadi lebih manusiawi, kita menjadi lebih hidup ketika melewati proses demi
proses kehidupan.
Sebetulnya
filmnya sendiri memiliki banyak scene penting, sayangnya banyak yang tidak bisa
saya ambil kesimpulannya. Seperti seorang tentara disabilitas yang
menginjak-injak warga sipil, ritual yang dilakukan katak, hingga seorang istri
yang memiliki hak penuh atas suaminya.
Tapi
jika kita membicarakan intinya, film The Holy Mountain menceritakan proses. Film
ini menggambarkan bahwa manusia kadang terlalu ambisius, kadang manusia terlalu
semangat untuk mengejar keinginannya, tapi banyak manusia yang kecewa dan
depresi ketika mereka mendapatkan kegagalan. Film ini mengajarkan, bahwa apa
yang perlu dihargai adalah proses, perjalanan dari kehidupan ini. Karena tanpa
disadari, ketika melewati proses-proses itu, diri manusia ditempa menjadi lebih
kuat, menjadi lebih teguh dan bijaksana.
Jadi,
hargailah proses dalam kehidupan. Karena yang lebih berharga dari tujuan hidup
adalah kehidupan itu sendiri.
Film ini sendiri surreal dan tentu multitafsir, sehingga mungkin apa yang saya ungkapkan berbeda dengan orang lain. Tentu saja anda boleh percaya atau tidak, karena toh yang terpenting apakah kita bisa mengambil manfaat dan amanatnya atau tidak.
Film ini jelas menyiratkan simbol2 satanic cult, rituals2 yg sering dilakukan oleh para pemuja setan
BalasHapus