Basa-Basi #25 : O Fortuna



"Sors immanis
et inanis,
rota tu volubilis,

Terdengar lagu O Fortuna yang konon diaransemen oleh Carl Orff berdasarkan sajak-sajak para pendeta di abad ke-12. Ada rasa yang berbeda ketika saya mendengarkan lagu ini, apalagi berulang-ulang sampai 2-3x sekali putaran. Diawali dengan ‘sengatan’ kuat dan terus mengalir bersama dengan syair yang dinyanyikan dengan tepat di ‘jalurnya’ membuat saya merasa benar-benar mendengarkan suatu mahakarya yang teramat hebat.

O Fortuna sendiri memiliki arti O Fortune atau Nasib (Ya Nasib?). Lagu ini sendiri menceritakan soal kehidupan mitologi Yunani, dimana pada masa itu manusia melawan Dewa, dimana mereka hanya punya dua pilihan : hidup sebagai budak atau bangkit melawan.

Fortune sendiri digambarkan sebagai bulan, sebagaimana bisa dilihat dari dua larik pertama :

O Fortuna (wahai nasib)
velut luna (bagai bulan)

'Jadwal' bulan

Sajak ini tidaklah salah, karena konon nasib keberuntungan dan bulan sama-sama memiliki kesamaan : yakni bisa berkurang sesuai dengan kehendaknya. Nah, lantas apakah nasib itu benar-benar berubah-ubah velut luna (seperti bulan) atau bahkan rota tu volubilis (berputar bak roda) ?

Nasib, yang orang banyak yakini konon memang berputar seperti roda, kadang menekan dengan keberuntungan kadang dengan kesengsaraan. Bagi mereka yang relijius, lebih jauh lagi mengandaikan dengan hukum karma, siapa yang berbuat baik akan terbuka nasib baik, sedangkan yang berbuat keburukan nasib buruklah yang akan datang.

Orang-orang yang non-relijius pun sama-sama setuju dengan ‘roda nasib’, bedanya dengan nama lain yang lebih ‘ilmiah’, yakni hal-hal yang biasa mereka sebut dengan ‘domino effect’ atau ‘butterfly effect’ alias probabilitas. 

Maksudnya, jika anda memberi makanan terhadap orang yang kelaparan, pasti yang diberi akan senang dan bahagia mendapatkan sesuap nasi, siapa tahu, satu berbanding seribu atau sejuta kemungkinan, ia akan menjadi orang yang sukses, kemudian di masa yang akan datang berbalik mengingat kita dan membantu kita. Skenario diatas juga biasa kita temukan di sinetron-sinetron Indonesia.

Domino effect, butterfly effect, atau nasib, semuanya sama-sama tidak bisa diterka dengan pasti. Manusia dengan iman setinggi langit atau ilmuwan dengan IQ sedalam lautan pun belum tentu bisa memprediksi dengan benar.

Toh, Jayabaya atau Mama Lauren pun tidak secara tepat bisa memprediksi apa yang akan terjadi. Bahkan Ulysses, dalam komik Marvel yang merupakan inhuman dengan kekuatan prediksi terkuat pun masih bisa blunder dan hasilnya malah membahayakan kepentingan orang banyak.

Tapi yang selalu saya ingat dari fortuna adalah : velut luna alias seperti bulan. Bulan selalu bulat, walau kejadiannya tiga puluh hari sekali, ia juga pasti akan menghilang dalam suatu waktu. Nasib pun dipastikan kita beruntung, di sisi lain kita juga siap untuk gigit jari dan bersiap akan kegagalan. Tidak ada orang yang selamanya berada dalam kesialan seperti dalam meme bad luck brian, tidak pula selalu beruntung seperti Domino dalam komik Marvel.

Saya baru tersadar jika manusia memang sepenuhnya harus mengerti akan alam dan mengekstrak pelajaran-pelajarannya dari sana. Apakah nasib itu seperti bulan, seperti daun-daun kering yang jatuh, atau seperti ekor kucing, manusia lah yang menentukan.

Lagi-lagi soal pandangan. Semua hal berawal dan berakhir dari urusan pandangan. Bukan lagu pandangan pertama yang dibawakan Slank, tapi pandangan manusia akan suatu hal. Berebut pandangan soal Tuhan, calon presiden sampai urusan bawah perut.

Mungkin hal ini pula yang menjadikan Nietzsche begitu jijik akan orang-orang yang ‘berpegangan’ alias mereka yang masih butuh tiang untuk berpegangan atau tembok untuk bersandar. Dalam buku gaya filsafat Nietzsche, yang kebetulan saya baca beberapa paragraf, mengatakan jika manusia terlahir sebagai orang sakit, makanya mereka memerlukan agama, keyakinan, atau segala macam hal untuk dijadikan sebagai ‘anti depresan’.

Sebetulnya bukan masalah seseorang punya pegangan atau tidak, tapi pegangan itu ia gunakan sebagai tongkat penunjuk jalan atau tongkat untuk memukul, itulah masalahnya. Sama dengan nasib, pegangan yang dipakai sebagai sarana pandangan pun bisa berubah-ubah, sebagaimana iman yang pasang surut atau mood swing parah ketika PMS.


Ciamis
10-7-18


Tautan referensi :
O Fortuna (Wikipedia)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis dan Pembahasan Puisi Sajak Matahari karya W.S Rendra

Macam-Macam, Jenis dan Contoh Cara Penggambaran Tokoh dalam Cerita

Jagat Alit - Godi Suwarna