Basa-Basi #31 : Vape, Buku dan 2020



Akhirnya kembali muncul mood untuk menulis. Setelah sekian lama absen menuliskan semi-diary di blog ini. 2020 menjadi tahun yang menyenangkan sekaligus menyedihkan.

Saya menulis ini ditengah ramai pemberitaan mengenai Corona alias Covid-19 yang telah membunuh ribuan nyawa dan ratusan ribu orang di seluruh dunia terinfeksi. Pandemi yang luar biasa ini memicu munculnya istilah social distancing yang kemudian populer di masyarakat, ditambah dengan tagar #stayathome yang terpancang dimana-mana.

Keadaan ini membuat ekonomi memburuk, munculnya protes dimana-mana hingga aksi politik yang kian mengacaukan suasana. Anjuran karantina wilayah dan lockdown yang kemudian memicu pro kontra. Ekonomi menjadi hampir lumpuh, dolar menembus 16,5 ribu pekan kemarin, hingga ojek online yang kehilangan pekerjaan dan para buruh harian yang terpaksa mudik karena kehilangan pekerjaan.

Ujian Nasional ditiadakan, sekolah diliburkan selama satu bulan.

Ada beberapa hal yang hendak saya tuliskan, mumpung ada kesempatan, pekerjaan sedang agak sepi dan kurva kehidupan sedang asyik-asyiknya naik-turun.


Vape

Saya berkenalan dengan dunia vaporizer akhir tahun kemarin, mulai dengan pod AIO (All-In-One) Artery Pal II Pro. Perangkat AIO yang menurut saya cukup memuaskan karena selama setengah tahun (tampaknya-jika tidak salah mengingat) tidak mengalami kendala yang berarti. Beberapa kali terjatuh dan tidak ada tanda-tanda kerusakan.

Satu hal yang saya sayangkan dari Artery Pal II Pro yakni baterainya internal, bukan menggunakan baterai external seperti kebanyakan perangkat AIO yang diluncurkan akhir-akhir ini. Sehingga bisa dikatakan cukup sulit mengganti apabila suatu saat mengalami kendala di bagian baterai (kecuali diberikan kepada tukang service, tentu saja apabila masih terselamatkan).

Saya menggunakan coil occ selama beberapa bulan dan kemudian berganti menggunakan RBA yang bisa diatur sesuka pengguna, lebih irit dan tidak perlu susah payah menimbun coil untuk stok. Performanya cukup bagus, untuk freebase nicotine maupun salt nicotine.

Kemudian awal tahun saya tertarik dengan pod Uwell Caliburn. Merk yang namanya booming waktu itu, dan saya tidak menyesal membeli perangkat ini. Dari cartridge yang awet sampai desain perangkat yang ringkas, membuat device ini selalu terisi liquid salt nikotin.

Device terakhir yang saya punya saat ini adalah mod smoant naboo yang digunakan untuk MTL. Sebelumnya saya masih mencintai freebase, tentu saja karena asap yang tebal dan banyak, bisa fogging kesana-kemari dan terlihat keren. Tapi semakin lama, saya semakin kurang menyukai freebase nicotine karena saya semakin lama lebih menginginkan fungsi vape sebagai nicotine delivery, pengantar nikotin ke tubuh. Akhirnya RDA Dead Rabbit v1 saya disimpan di lemari dan saya membeli RTA MTL Merlin Nano.

Liquid yang menjadi favorit saya saat ini adalah Manhattan French, freebase nicotine dengan pg:vg 50:50 dan diperuntukkan bagi user MTL. Sangat menyenangkan karena liquid yang saya beli bernikotin 12mg ini THnya agak sedikit menggaruk, dan rasanya tepat di lidah saya. Akan membeli lagi apabila ada kesempatan di lain waktu.



Buku

Saya membeli banyak buku tahun ini untuk mengawali 2020 yang--semoga saja-- penuh berkah. Beberapa adalah buku psikologi, filsafat, sastra modern dan sastra klasik. Saya juga membaca beberapa buku yang cukup membekas dalam ingatan.

Bulan lalu saya membaca Dunia Kafka karya Haruki Murakami bersama seorang teman dekat. Pengalaman membaca yang menyenangkan, sudah lama sekali tidak membaca sambil membahas buku bersama-sama. Pada akhirnya saya menyimpulkan bahwa teman wanita yang layak didekati adalah mereka yang memiliki ketertarikan terhadap buku.

Saat ini saya sedang membaca buku Kate Chopin yang berjudul The Awakening and Other Fictions. Menyenangkan, buku penuh drama yang sedikit berbau feminisme. Belum rampung dibaca namun sangat menyenangkan untuk melahap lembar demi lembar buku ini.

Minggu lalu saya menamatkan The Laughable Love-nya Milan Kundera dalam tiga jam. Sama sekali tidak bisa tertawa membaca buku ini, kecuali mengernyitkan kening dan bertanya-tanya mengapa sastra jenis ini ada di dunia. Tentu saja saya akan mengeksplorasi Milan Kundera lebih jauh lagi, sangat menyenangkan sekaligus menyedihkan dalam waktu bersamaan.

Koleksi buku saya bertambah, begitu juga kisah-kisah yang sudah dibaca seakan terpatri dalam ingatan. Dari Therese Raquin yang menenggelamkan suaminya, penyembah pohon yang ditinggal mati istrinya dalam To A God Unknown, hingga kisah Mitch Albom bersama Professor Morrie. Tahun ini harus lebih banyak membaca, semoga.


Masih ada beberapa hal yang ingin dituliskan, tapi tampaknya dua saja dulu topik khususnya. Masih ada waktu untuk menulis, semoga. Malam sudah larut, hampir jam satu malam.

Banyak pertemuan tidak terduga yang pada akhirnya menunjukkan jalan pada saya bahwa filsafat dan psikologi bisa dipraktekkan. Banyak pertemuan dan perpisahan yang sudah dan akan terjadi, tapi itu tidak masalah. Karena sejauh ini, saya memegang prinsip bahwa tidak ada pertemuan yang sia-sia dan tidak ada perpisahaan yang harus disesali.

Hidup adalah proses, tidak usah terburu-buru. Konon katanya menikmati saat ini lebih penting, begitu kata filsafat stoic dan Buddha. Sejauh ini, saya menikmati apa yang terjadi dan tidak ada masalah yang menghampiri. Anjuran itu ada benarnya juga, menguasai saat ini sama dengan menguasai masa lalu dan masa depan, seperti triwikromo dalam pewayangan.

Ah, malam kian larut. Mata sudah agak berat, esok pagi harus bangun lebih awal. 


Ciamis,
3/4/2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis dan Pembahasan Puisi Sajak Matahari karya W.S Rendra

Macam-Macam, Jenis dan Contoh Cara Penggambaran Tokoh dalam Cerita

Jagat Alit - Godi Suwarna